Tahun 1986, penyakit rabies masih
disebut penyakit “gila anjing”, bukan “anjing gila” seperti yang umum disebut
saat ini. Majalah SIGMA Nomor 15
yang terbit saat itu memuat tulisan tentang penyakit rabies ini dengan tajuk Penyakit Gila Anjing Tidak Pandang Bulu. Seperti apakah penyakit rabies dan
bagaimana penyakit ini dipandang pada saat itu?
PENYAKIT GILA ANJING TIDAK PANDANG BULU
Jawa Tengah dilanda penyakit gila
anjing atau rabies, permulaan tahun ini. Puluhan orang jadi korban. Entah darimana
asal mulanya. Ternyata di dunia Barat pun rabies masih merupakan tantangan
berat.
“Kalau setan menemukan suatu penyakit, maka itu pasti penyakit
gila anjing,” Ini pendapat zaman pertengahan. Penyakit sampar yang meminta
korban banyak, tidak disumpahi seperti rabies.
Struktur virus rabies |
Cara rabies menyebar memang mengerikan. Dalam tubuh penderita,
virus Formido inexorabilis bergerak
ke otak melalui serabut saraf dan sumsum tulang belakang. Gejala mulai
kelihatan ketika virus sampai di kelenjar ludah. Penderita menjadi agresif dan
menggigit apa dan siapa saja yang ditemui, sambil menularkan virus. Setelah tahap
itu, kelumpuhan datang, lalu koma dan mati. Setelah digigit, orang mendapat
vaksin anti rabies. Namun vaksinasi tidak bisa menolong penderita yang sudah
memperlihatkan gejala. Hanya ada satu kasus dalam literatur modern yang
menyebut korban sembuh setelah memasuki fasa kelumpuhan. Pasien beruntung itu
ialah seorang anak laki-laki di Ohio, Amerika Serikat.
Rabies pada hewan liar
Rabies tersebar di semua benua, kecuali Australia dan Antartika. Penyakit
ini sudah ada sejak zaman Babilonia (2300 Sebelum Masehi). Waktu itu, ada
seorang pemilik anjing harus membayar denda untuk setiap orang yang digigit
oleh anjingnya yang gila.
Rabies menyebar dengan cepat, karena binatang penderita umumnya
melarikan diri. Penyebar utama di Eropa ialah rubah. Sebelum perang dunia II
Eropa Barat bebas rabies, tetapi tahun 1945 wabah rabies menyerang hewan liar
di Gdanzk, Polandia. Sejak itu rabies tidak terbendung, dan menyerang Belanda,
Belgia, dan Perancis. Virus rabies sampai di Amerika bersamaan dengan virus
cacar dan campak yang dibawa oleh orang-orang Eropa.
Episoisi, wabah di antara binatang liar, sulit
diberantas. Semua binatang berdarah panas, termasuk beberapa jenis burung,
membawa rabies. Manusia bisa mengurangi bahaya penularan dengan mencegah hewan
peliharaannya berkeliaran di alam terbuka.
Bila rabies ketahuan mewabah, umumnya orang dan binatang yang
terkena sudah banyak. Dulu orang tidak tahu pasti berapa lama masa inkubasi
virus. Pada manusia, masa itu berlangsung bulanan sampai tahunan.
Di Inggris rabies mewabah di antara hewan peliharaan, sehingga
mereka sudah bisa memberantasnya pada pergantian abad ini dengan membuat
peraturan ketat. Negara-negara Skandinavia memberantasnya dengan cara yang
sama. Anjing peliharaan harus dirantai, sementara yang berkeliaran ditembak. Walaupun
para pecinta anjing memprotes peraturan keras itu, tapi Inggris berhasil
menyatakan bebas rabies tahun 1903.
Anjing putih membuat Belanda
kalang kabut
Kecintaan pada anjing dan pemberantasan rabies tidak bisa bersatu.
Contohnya adalah ketika seorang anak berusia tiga tahun meninggal karena
penyakit gila anjing tahun 1962 di Amsterdam. Ia digigit oleh seekor anjing
putih kecil. Perkumpulan pelindung binatang tidak setuju dengan tindakan
pemerintah. Padahal seluruh Belanda kalang kabut selama beberapa bulan. Ketika koran
memuat berita tentang anak itu, banyak orang merasa melihat atau bahkan merasa
digigit anjing itu.
Kelompok yang merasa digigit risau, karena beberapa hari kemudia
seorang anak laki-laki berusia 16 tahun masuk rumah sakit dengan gejala rabies:
badan kurang enak, tetapi tidak bisa menelan puyer influensa. Air yang akan
diteguk menyebabkan kekejangan di lehernya. Ia menjadi gelisah, tegang dan
merangkul orang. Di rumah sakit ia hanya mendapat obat penenang dan dijaga
ketat agar tidak menggigit orang. Pasien sebelumnya menggigit salah seorang
anggota keluarganya hingga tertular juga. Anjing putih itu ternyata sudah
menggigit 21 orang dan tiga anjing lain yang berkeliaran bebas di kota.
Seluruhnya, ada empat korban meninggal. Di Amsterdam berlaku
peraturan, bahwa anjing harus diikat dan tidak boleh dibawa keluar kota. Semua anjing
harus diberangus. Polisi terpaksa menggeledah lebih dari dua puluh ribu mobil,
karena pemilik anjing ingin melepaskan anjingnya di luar kota. Tiga puluh ribu
anjing harus mendapat vaksinasi. Kebanyakan orang meminta suntikan mati untuk
anjing kesayangan mereka. Puluhan bangkai anjing mengambang di perairan sekitar
Amsterdam.
Korban terakhir meninggal akhir tahun 1963, ketika Belanda
akhirnya bisa membendung penyakit itu. Sementara asal usul anjing putih pembuat
heboh itu tidak pernah diketahui. Di masyarakat beredar cerita tentang seorang
pelaut yang membawa beberapa ekor anjing dari Iran, dan menjualnya di
restoran-restoran Amsterdam. Semua terjual kecuali anjing sakit itu, yang lalu
dilepas di jalan.
Walaupun Inggris sangat ketat, tahun 1969 mereka mengimpor anjing
rabies dari Jerman. Padahal sudah masuk karantina selama enam bulan. Setelah menggigit
pemiliknya, anjing itu berkeliaran dua puluh menit di Camberley. Pejabat setempat
tidak mau mengambil risiko, mereka memburu semua binatang liar yang berkeliaran
di sekitar rumah pemilik anjing itu sampai beberapa kilometer. Meskipun orang
Inggris cinta binatang, tidak ada orang yang protes. (Bas den Hond)
BOX:
Gejala Rabies
Ada beberapa gejala rabies dari virus yang berbeda-beda. Ada dua
macam rabies pada anjing. Pada “gila liar”, gejala pertamanya ialah, binatang
kelihatan sakit. Anjing liar menjadi kalem, yang ribut menjadi pendiam. Di rumah,
mereka melihat ke kiri dan ke kanan, seperti merasa asing. Mereka memilih
makanan sampah daripada makanan yang disediakan. Kemudian menyusul tahap
berikutnya, yang tidak terdapat pada “gila tenang”. Binatang itu menggigit
benda apa pun yang dijumpai. Kadang-kadang sampai giginya rompal. Itulah sebabnya
anjing gila bisa kabur dari kandangnya. Moncongnya terbuka dan bagian belakang
tubuhnya turun, pertanda tahap ketiga atau tahap kelumpuhan dan kematian sudah
tiba. Anjing yang gila akan mati dalam sepuluh hari.
Pada manusia, tahap kedua berupa hidrofobi, takut air. Pasien akan kejang bila melihat cairan. Anjing
tidak menunjukkan gejala itu, tetapi rubah mengalaminya. Mereka tidak tahan
sinar, mulai ngamuk dan menjadi lumpuh. Takut air memberi ide kepada orang di
zaman pertengahan untuk memasukkan pasien ke dalam air. Menurut catatan
sejarah, tahun 1600 seorang pembuat barang perunggu digigit anjing. Ia diberi
pemberat pada kakinya lalu diturunkan dari tiang kapal; lima menit kemudian ia
diangkat kembali. Walaupun hampir mati, ia tetap hidup. Gigitan mempunyai
kemungkinan menularkan virus 25 persen. Kemungkinan itu menjadi lebih kecil
kalau korban memakai pakaian tebal. Sehingga cerita penyembuhan di atas
sebenarnya tidak aneh. Di Inggris orang suka memandikan pasien dengan air garam.
Tetapi cara yang paling baik, daripada memandikan pasien dalam
susu keledai atau urine anak kecil, adalah mencuci langsung luka gigitan. Kalau
bisa dengan larutan yang “menggigit”. Orang mengira gigitan anjing beracun. Pemburu
membubuhkan bahan peledak pada gigitan itu, lalu menyalakannya; luka akan
bernanah lama.
Tahun 1880, Louis Pasteur dari Prancis menemukan vaksin anti
rabies. Mula-mula ia menulari kelinci dengan virus, lalu virus itu dipakai
seratus kali lagi. Ternyata virus tidak berbahaya lagi, bahkan membuat manusia
kebal. Joseph Meister adalah orang pertama yang menerima vaksin itu.
Vaksinasi tetap merupakan cara yang terbaik untuk melawan penyakit
gila anjing. Kini pasien tidak memerlukan 15 suntikan di perut, cukup beberapa
suntikan di tempat yang lebih lazim. Suntikan dapat bertahan tiga tahun, tetapi
hanya diberikan pada orang yang sudah tergigit. Kalau orang digigit dekat
kepala, vaksinasi tidak banyak membantu. Pasien akan menerima suntikan serum
dari binatang yang dikebalkan. Hal ini menghasilkan kekebalan langsung, tetapi
tidak tahan lama.
Sumber: Majalah SIGMA No. 15, 1986
Foto: bio.davidson.edu