Pelangi Horizontal |
Pelangi memang
fenomena alam yang dikenal akrab dalam kehidupan sehari-hari sebagai benda
indah berbentuk busur warna-warni yang serasi. Pelangi seolah-olah
menghubungkan langit dan bumi. Barangkali karena itu dalam dongeng rakyat ia
dipercaya sebagai tangga bagi turun-naiknya para bidadari jelita dari kayangan
menuju arcapada (bumi), untuk mandi atau mengambil air buat persediaan di
kayangan.
Fenomena alam itu kerap muncul ketika hari hujan. Tetapi sebenarnya tak
hanya berlaku bagi air hujan, juga semburan air laut saat kapal melesat
kencang, pendaran air di sekitar air terjun, bahkan tetes-tetes embun di jaring
laba-laba, dsb.
Sinar matahari yang putih sesungguhnya gabungan dari berbagai sinar –
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu – yang panjang gelombangnya
berbeda-beda. Pelangi muncul ketika sinar matahari mengenai setetes bola air,
lalu tiap unsur warnanya mengalami pembelokan dengan sudut yang berbeda-beda
sampai tiga kali. Pertama, ketika menembus dinding bola titik air. Kedua,
sewaktu direfleksikan pada dinding dalam bola itu, dan ketiga saat meninggalkan
bola air, kembali ke udara. Karena gelombangnya terpanjang, sinar merah muncul
pada sisi terluar busur pelangi, sedangkan sinar hijau yang memiliki gelombang
terpendek, paling dalam.
Manifestasi pelangi pun beraneka. Tidak selalu ketujuh warna itu
muncul, karena ada pelangi berwarna tunggal, seperti ungu, putih, atau merah.
Lalu, apa penyebab pengecualian itu? Pelangi nila, misalnya, bisa
dilihat hanya sebelum atau saat matahari terbit. Peristiwa langka ini terjadi
bila sinar biru dan ungu dipecah oleh awan tinggi, lalu dibiaskan kembali oleh
air hujan. Waktu matahari terbenam, saat matahari rendah, pelangi bisa tampak
sebagai busur merah menyala. Penyebabnya, gelombang-gelombang warna yang pendek
(biru, hijau, dan kuning) telah bubar selama “perjalanan” jauh menuju lapisan
atmosfer.
Lain lagi dengan “sifat” pelangi putih yang dapat muncul di siang
bolong ataupun malam terang bulan. Di siang hari, sinar matahari dibiaskan oleh
tetes embun yang sangat kecil, begitu kecilnya sehingga pita warna yang muncul
berderet sangat dekat seperti saling bertumpuk, menciptakan kesan warna putih. Sedangkan
pelangi putih di malam hari sebenarnya tidak putih. Hanya pancaran
warna-warninya terlalu lemah untuk ditangkap mata. Keindahan pelangi saat
terang bulan baru bisa dinikmati bila difoto.
Selain warna, fenomena aneh lainnya adalah bentuknya. Tak hanya
berbentuk busur. Ada pelangi vertikal seperti pilar yang berkilauan, atau
pelangi horizontal. Yang vertikal biasanya muncul di atas permukaan air yang
luas. Ilmuwan menduga refleksi dari air itu sebenarnya menciptakan banyak
pelangi, tersusun urut, namun hanya ujungnya yang terlihat.
Lain lagi dengan pelangi horizontal. Jenis ini biasanya disebabkan oleh
embun yang menutupi dataran luas atau permukaan air. Pelangi itu pun seringkali
dibayangi dengan pelangi normal di belakangnya.
Yang lebih ganjil lagi adalah pelangi-pelangi bersusun, masing-masing
merupakan bayangan cermin dari yang lain. Diduga penyebabnya ialah sinar
pelangi bagian luar dipantulkan dua kali di dalam tetes air. Kemudian sinar ini
muncul ada sudut yang sedemikian rupa sehingga urutan warnanya berkebalikan.
Anda tidak perlu penasaran tentang ujung pelangi, karena memang tidak
memiliki ujung. Menurut teori, sinar itu akan terus-menerus dibengkokkan hingga
menjadi lingkaran utuh. Namun, lingkaran ini tidak pernah bisa kita lihat
secara utuh karena terpotong oleh garis cakrawala. (WTNW/Sht)
Sumber: Rubrik
Usut Asal di Majalah Intisari, No.
391, Februari 1996. Hal. 74-75