Lukisan
kuno di dinding gua batu ada di banyak tempat di seluruh dunia. Namun sulit
menentukan kapan, mengapa, dan siapa pelukisnya. Berbagai penelitian ilmiah
arkeologi, berupaya meneliti kultur lukisan gua ini di berbagai gua di dunia.
Karya estetika manusia purba itu kini masih dapat disaksikan dan direnungi
latar belakangnya, seperti ulasan berikut ini.
Wanita Putih dari Brandberg |
Sekian banyak
lukisan gua yang diteliti, misalnya lukisan gua di wilayah daratan Eropa,
diduga sementara ini berasal dari kala paleolitikum atau zaman batu tua. Gua
berlukisan di dindingnya yang terkenal tentunya gua di barat daya Prancis dan
barat laut Spanyol.
Temuan benda peninggalan dari ekskavasi pakar arkeologi dan
paleo-antropologi, berupa berbagai peralatan dan senjata di sekitar situs gua
itu, diduga buatan manusia purba sekitar tahun 2000-450 SM. Sedangkan lukisan
gua berikut temuan sisa benda pakainya, masih dalam rekaan dan studi
pertanggalan (dating) perihal siapa,
kapan, dan mengapa mereka melukis di dinding gua.
Benua Afrika juga disebut-sebut sebagai daratan yang paling kaya dengan
gambar prasejarah di gua-gua batu. Bekas “kesenian” lukisan gua ini paling
mencolok ditemukan di pelosok negara Maroko, Aljazair, Propinsi Fezzan di
Libya, kawasan utara aliran Sungai Nil, Hoggar, Air Mountain di Sahara Tengah,
juga di sekitar Afrika Timur dan hampir di seluruh Afrika Selatan hingga
Tanjung Harapan.
Gambaran kehidupan asli
Gambar lukisan yang diduga buatan manusia prasejarah Afrika ini, berbeda
dengan corak lukisan gua asal Eropa. Sebab beberapa lukisan gua Afrika tidak
semuanya ditemukan terlukis di dinding dalam suatu gua. Sebab sering pula
ditemukan lukisan itu menghiasi bagian di dinding luar gua. Namun corak lukisan
gua Eropa maupun Afrika memiliki kesamaan. Lukisan itu umumnya menggambarkan
kehidupan zaman “primitif”.
Makna lukisan itu diduga berhubungan dengan kepercayaan dan mitos sistem
kepercayaan masa lalu, sekitar 15.000 tahun lalu. Umumnya tema sentral lukisan
gua itu menggambarkan dunia dengan kehidupan satwanya. Binatang buruan itu
merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia purba yang diperkirakan masih
hidup dalam kelompok masyarakat pemburu.
Sosok hewan liar itu digambarkan begitu akurat dan detail. Bahkan
beberapa lukisan itu memakai teknik khusus yang mungkin belum dikenal, atau
bisa dilakukan maestro lukis modern masa kini. Misalnya dalam suatu lukisan
gajah. Pelukis purba ini mengguratkan garis begitu rinci, hingga mata gajah
yang kecil itu terlihat kerutannya. Juga telinga binatang besar itu kelihatan
melambai-lambai. Belalainya yang panjang pun nampak berkelok indah. Sedangkan
kakinya betul-betul tergambar kekar dan padat.
Binatang besar dan buas, paling sering menjadi objek lukisan gua. Tak
heran, binatang itu memang mewakili lambang ancaman bagi manusia pemburunya.
Biasanya kuda nil, jerapah, singa, dan macan tutul, semuanya ditampilkan dengan
karakter yang sangat mewakili fisik sebenarnya. Misalnya, binatang itu
seakan-akan bergerak lambat, atau berdiri tegak gagah di dinding gua, atau
berposisi siap terkam.
Gambar prasejarah paling bagus dan bisa menceritakan secara lengkap,
mungkin lukisan yang terdapat di Pegunungan Sahara. Pembuatnya diduga kawanan
pemburu kulit hitam Afrika. Sementara lukisan dinding di padang pasir Afrika
Selatan, diduga karya suku Bushmen yang pengembara dan pemburu tulen.
Gambar di galeri dinding batu itu, sepertinya menggambarkan aksi
perburuan binatang besar, seperti gajah, singa, jerapah, kambing hutan, babi
hutan, kuda nil. Dari gambar ini bisa disimpulkan, daerah Sahara sekitar
10.000-15.000 tahun lalu masih berupa hutan lebat dengan aliran sungai yang
mungkin telah menguap atau meresap.
Cara melukis manusia prasejarah Afrika itu dengan menorehkan batu api di
dinding batu, serta menorehkan zat pewarna dari batang semak mentah dan zat
warna alam lainnya. Goresan dan torehan inilah yang kini tersisa, sebagai
lukisan di dinding bebatuan atau dalam gua, sebagai karya orang purbakala yang
mengandung makna dan pesan tersendiri.
Bermacam makna
Dari hasil penelitian panjang, karya lukisan di dinding luar gua
diperkirakan karya tatahan pria yang hidup di zaman prasejarah. Sementara
wanitanya, diduga pembuat lukisan dalam dinding gua. Pahatan itu biasanya besar
dan gambarnya mewakili ekspresi maskulin, misalnya peperangan antara pemburu
dan sasarannya. Lukisan interior memang lebih sering mengambil tema kegiatan
sosial yang akrab, kekeluargaan, dan manusiawi.
Pada tahapan itu, mereka pun sudah mengenal hiburan dan kesenangan. Musik,
tarian, dan permainan merupakan salah satu bagian kehidupan kelompok. Mereka
diduga hidup dalam masa transisi, dari masyarakat pemburu ke arah masyarakat
peternak. Dari hasil gambar, kelihatan kalau kaum wanita masih berbusana
primitif. Namun wanita itu digambarkan sekali-kali suka merias diri, serta
merawat anak. Termasuk bertugas lainnya, misalnya ada gambar wanita ambil
bagian dalam upacara kepercayaan. Meski kebenaran akan persepsi ini masih
diragukan.
Banyak peneliti dengan ukuran moral modern, sempat mengecam beberapa
gambar sebagai hal yang cabul. Dalam gambar dinding itu, seks digambarkan
secara realistis atau simbolis. Sedangkan peneliti lainnya, menganggap lukisan
seronok ini hanyalah penjelasan suatu bagian dari upacara magis untuk
kelangsungan kesejahteraan, atau kesuburan.
Satu gambar bisa menimbulkan seribu arti. Misalnya, lukisan dinding dari
Tassili-n-Ajjer, tenggara Aljeria. Lukisan itu menggambarkan 11 orang
bersorban. Abbe Breuil, pakar peneliti seni prasejarah menjelaskan, ke-11 orang
itu sedang menjalankan upacara sirkumsisi atau khitanan. “Di sebelah kiri 2
orang dukun sunat. Di sebelahnya orang yang akan disunat dengan kaki
digambarkan tersilang. Beberapa orang penyanyi sedang bertugas meredam teriak
kesakitan si penderita. Beberapa orang paling kanan itu anggota keluarga
membelakangi upacara itu.”
Namun ada pendapat lain. melihat wajah, sikap tubuh, pisau serta gambaran
detail lainnya, lukisan itu mungkin mengisahkan proses kastrasi atau
pengebirian. Juga lukisan dinding itu menggambarkan sisi buruk perdagangan
budak di sepanjang jalur antara Afrika Tengah dan Semenanjung Mediterania. Saat
itu diduga perdagangan budak sudah berlangsung. Juga pengebirian budak yang
akan diperjual-belikan, entah sebagai pelayan atau penghuni harem.
Mungkin juga gambar itu kisah suatu percekcokan antarkelompok. Apakah ini
kesimpulan sederhana? Yang pasti, sejauh ini gambar itu memang bahan polemik,
juga multitafsir.
Ekspresi karikatur
Gambar dengan beragam makna memang sering terjadi. Jadi ada dua pemahaman
atas lukisan dinding prasejarah. Pertama, gambar itu memiliki makna lebih dalam
daripada makna di permukaan yang ditangkap ilmuwan modern. Kesimpulan lain,
seniman itu juga shaman atau dukun.
Mereka menggambarkan sesuatu makna demi peningkatan hidup dan untuk meyakinkan
suatu nasib baik akan menyertainya, saat berburu dan hasil buruannya. Sedangkan
gambar adegan seksual itu sesungguhnya mengandung makna suatu upacara
kesuburan.
Teori kedua dengan pemikiran sangat dasar. Galeri raya di Afrika itu
hanyalah potret dan ekspresi seni lukis prasejarah, demi penyaluran indera
estetika pelukisannya, serta memberikan kesenangan dan rekreasi bagi masyarakat
pemirsa. Argumennya, karena sebagian besar lukisan gua ini berkisah soal
binatang, serta kejadian sosial di lingkungan lokalnya.
Menurut Abbe Breuil, gambar itu memang kenyataan yang dilukiskan macam
komik. Tarikan garis maupun efek gambarnya memang berkesan karikatural,
kadang-kadang menggelikan. Humor prasejarah di dinding gua itu terwakili dalam
figur manusia yang kurang proporsional. Misalnya, gambar manusia yang sangat
kecil dibandingkan dengan hewan buruannya. Atau gambaran seorang pemburu yang
tergeletak di kaki gajah. Berarti, lukisan itu tidak lebih dari gambar primitif
karya anak-anak yang sangat sederhana, atau lukisan orang dewasa dengan visi
anak kecil.
Media komunikasi purbakala
Pandangan lainnya memperkirakan manusia prasejarah itu bukanlah “orang
gua” yang bertubuh besar dengan bulu lebatnya – seperti imaji selama ini.
Sesungguhnya mereka sekelompok manusia yang membutuhkan penyaluran kehidupan
sosial serta “intelek”. Mereka bukan semata-mata “kawanan” manusia yang cuma
butuh daging hewan buruan, serta tempat berlindung seadanya dalam gua.
Jadi amatlah masuk akal apabila dianggap orang prasejarah ini memiliki
media komunikasi dalam bentuk gambar. Diduga, mereka senang bercerita atau
mendongeng secara lisan, namun disertai gambar di dinding gua. Sebagian besar
gambar di dinding batu di Afrika itu, bisa jadi berfungsi sebagai “koran” atau
“majalah” bagi “pembaca” prasejarah itu. Ringkasnya, gambar dinding itu
merupakan penceritaan langsung berita sehari-hari.
Satu contoh, lukisan “Wanita Putih dari Brandberg” temuan peneliti Jerman
di Pegunungan Brandberg, barat daya Afrika pada tahun 1917. Lukisan ini
menggambarkan seorang gadis yang berjalan membawa (mungkin) setangkai bunga di
tangan kiri. Ia mengenakan hiasan kepala merah tua (atau mungkin rambut palsu),
baju berlengan pendek coklat dengan hiasan manik-manik, ikat pinggang merah,
kaus kaki merah jambu, celana panjang ketat, dan sepatu mokasin dengan hiasan
merah.
Abbe Breuil menyatakan, gadis di gambar itu mengenakan kostum penari
lembu dari Cretan. Jadi lukisan itu simbol Diana-Isis buatan ± tahun 1.500 SM.
Namun, menurut ahli seni Bushmen asal Afrika Selatan, gambar itu adalah lukisan
misionaris wanita yang dilukis pada tahun 1850, ketika bangsa Eropa mulai
memasuki Afrika Selatan. Di sini nampak adanya perbedaan selisih waktu
pelukisan hingga 3.300 tahun.
Selain pendapat itu, banyak pendapat mengatakan seniman prasejarah
memiliki kekuatan supranatural, karena mampu menggambarkan keindahan dan
kengerian dunianya. Mengingat kehidupan masyarakat purbakala itu amat
tergantung terhadap gejala alam yang mempengaruhi segala sistem sosial dan
kepercayaannya. Maka mungkin juga benar, kalau seniman itu tidak melukis
semata-mata untuk seni. Yang mereka lakukan adalah memenuhi kebutuhan
masyarakat. Salah satunya menyampaikan informasi. Sebab banyak di antara
lukisan di Sahara, secara gamblang menggambarkan unsur ini. Mungkin pula, saat
itu manusia purbakala masih terbatas menguasai bahasa lisan, atau kosa katanya
masih terbatas (contoh nyatanya suku Aborigin di Australia dan Bushmen di
Afrika).
Gambar memang sarana paling efektif untuk berkomunikasi. Galeri lukisan
gua di Afrika, memang ruang pameran yang penuh gambar komunikasi, sehingga
pemahaman antropolog Bushmen dari Afrika Selatan tentang “Wanita Putih dari
Brandberg”, terasa masuk akal.
Berisi pesan penting
Ada lagi satu contoh yang sempat membingungkan. Satu lukisan
menggambarkan empat ekor kuda berlari. Apa maksudnya? Akhirnya, ada tulisan
sejarawan Yunani Herodotus. Pada masa 500 SM di Sahara ada kata garamantes. Kata itu bermakna “menangkap
orang Negro Afrika dengan kejaran kereta tempur berkuda empat”. Dengan
menghubungkan kata-kata kunci itu, diketahuilah ekspresi pelukis saat melihat
kereta tempur dari Garamantes. Namun seniman ini tak sanggup melukiskan
kendaraan tempur itu, kecuali menggambarkan 4 ekor kudanya saja.
Lukisan gus selain menyampaikan informasi dianggap mengetengahkan hiburan
dan relaksasi. Bayangkan, apa lagi yang bisa dilakukan sekelompok pemburu dan
penggembala ini, kecuali mendiskusikan ukuran, kebuasan, dan luka-luka binatang
liar, atau jumlah ternak mereka.
Di dalam gua perlindungannya di Gurun Sahara dan pegunungan di sisi timur
dan selatan Afrika, banyak kelompok yang kebetulan sudah memiliki cukup makanan
cadangan. Di saat senggang, mungkin saja mereka mengambil tangkai kayu atau
serpihan batu api tajam, lalu menggambar di dinding luar dan dalam gua
huniannya. Melukis bisa jadi suatu cara menghibur diri sendiri dan kelompoknya.
Menilik ukuran gambar seekor badak berukuran 14 kaki, di wadi selatan Lautan
Pasir Mourzouk di Fezzan, Libya, gambar itu diduga dikerjakan beberapa orang
atau kelompok.
Batu tajam dan besar saat itu menjadi “alat” lukis di permukaan halus
bebatuan atau dinding gua. Begitu juga suku Bushmen di Afrika Selatan, saling
mengirimkan pesan penting dengan lukisan pada dinding gua –entah berupa
jalannya perburuan, kondisi sumber air, dan garis depan wilayah teritorial. Mereka
terus melakukan semua ini sampai akhirnya berhubungan dengan bangsa kulit
putih, hingga perlahan-lahan hilanglah seni lukis aslinya.
Selain itu, lukisan gua juga berfungsi sebagai ekspresi religius. Sebab ada
beberapa lukisan ditemukan begitu jauh di ruang dalam gua. Penyaksi lukisan ini
harus berusaha keras mencapai tempat ini. Diduga, di depan gambar binatang
buruan inilah dilakukan upacara menjelang suatu perburuan. Makna lukisan ini
tentunya agar kelompok itu sukses berburu dan mendapat hewan sesuai gambar di
dinding.
Meski masih banyak makna lukisan gua belum terjawab, juga belum ditemukan
lagi, dunia ilmu pengetahuan tetap berupaya menemukan jawabannya. Lukisan gua
itu bukan galeri lukisan gua misterius. Karya seni manusia prasejarah ini bukan
semata-mata corat-coret alias grafiti belaka. Lukisan itu tentunya memiliki
makna tentang hidup di zaman dulu, juga hidup di zaman sekarang (Sht/ dari berbagai sumber)
Sumber: Majalah
Intisari No. 391, Februari 1996