Sunday, March 17, 2013

TANGGA PARA BIDADARI JELITA


Pelangi Horizontal
Pelangi memang fenomena alam yang dikenal akrab dalam kehidupan sehari-hari sebagai benda indah berbentuk busur warna-warni yang serasi. Pelangi seolah-olah menghubungkan langit dan bumi. Barangkali karena itu dalam dongeng rakyat ia dipercaya sebagai tangga bagi turun-naiknya para bidadari jelita dari kayangan menuju arcapada (bumi), untuk mandi atau mengambil air buat persediaan di kayangan.
Fenomena alam itu kerap muncul ketika hari hujan. Tetapi sebenarnya tak hanya berlaku bagi air hujan, juga semburan air laut saat kapal melesat kencang, pendaran air di sekitar air terjun, bahkan tetes-tetes embun di jaring laba-laba, dsb.
Sinar matahari yang putih sesungguhnya gabungan dari berbagai sinar – merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu – yang panjang gelombangnya berbeda-beda. Pelangi muncul ketika sinar matahari mengenai setetes bola air, lalu tiap unsur warnanya mengalami pembelokan dengan sudut yang berbeda-beda sampai tiga kali. Pertama, ketika menembus dinding bola titik air. Kedua, sewaktu direfleksikan pada dinding dalam bola itu, dan ketiga saat meninggalkan bola air, kembali ke udara. Karena gelombangnya terpanjang, sinar merah muncul pada sisi terluar busur pelangi, sedangkan sinar hijau yang memiliki gelombang terpendek, paling dalam.

Manifestasi pelangi pun beraneka. Tidak selalu ketujuh warna itu muncul, karena ada pelangi berwarna tunggal, seperti ungu, putih, atau merah.
Lalu, apa penyebab pengecualian itu? Pelangi nila, misalnya, bisa dilihat hanya sebelum atau saat matahari terbit. Peristiwa langka ini terjadi bila sinar biru dan ungu dipecah oleh awan tinggi, lalu dibiaskan kembali oleh air hujan. Waktu matahari terbenam, saat matahari rendah, pelangi bisa tampak sebagai busur merah menyala. Penyebabnya, gelombang-gelombang warna yang pendek (biru, hijau, dan kuning) telah bubar selama “perjalanan” jauh menuju lapisan atmosfer.
Lain lagi dengan “sifat” pelangi putih yang dapat muncul di siang bolong ataupun malam terang bulan. Di siang hari, sinar matahari dibiaskan oleh tetes embun yang sangat kecil, begitu kecilnya sehingga pita warna yang muncul berderet sangat dekat seperti saling bertumpuk, menciptakan kesan warna putih. Sedangkan pelangi putih di malam hari sebenarnya tidak putih. Hanya pancaran warna-warninya terlalu lemah untuk ditangkap mata. Keindahan pelangi saat terang bulan baru bisa dinikmati bila difoto.
Selain warna, fenomena aneh lainnya adalah bentuknya. Tak hanya berbentuk busur. Ada pelangi vertikal seperti pilar yang berkilauan, atau pelangi horizontal. Yang vertikal biasanya muncul di atas permukaan air yang luas. Ilmuwan menduga refleksi dari air itu sebenarnya menciptakan banyak pelangi, tersusun urut, namun hanya ujungnya yang terlihat.
Lain lagi dengan pelangi horizontal. Jenis ini biasanya disebabkan oleh embun yang menutupi dataran luas atau permukaan air. Pelangi itu pun seringkali dibayangi dengan pelangi normal di belakangnya.
Yang lebih ganjil lagi adalah pelangi-pelangi bersusun, masing-masing merupakan bayangan cermin dari yang lain. Diduga penyebabnya ialah sinar pelangi bagian luar dipantulkan dua kali di dalam tetes air. Kemudian sinar ini muncul ada sudut yang sedemikian rupa sehingga urutan warnanya berkebalikan.
Anda tidak perlu penasaran tentang ujung pelangi, karena memang tidak memiliki ujung. Menurut teori, sinar itu akan terus-menerus dibengkokkan hingga menjadi lingkaran utuh. Namun, lingkaran ini tidak pernah bisa kita lihat secara utuh karena terpotong oleh garis cakrawala. (WTNW/Sht)

Sumber: Rubrik Usut Asal di Majalah Intisari, No. 391, Februari 1996. Hal. 74-75

Apa sih yang dimaksud dengan mamihlatinatapai?

Di siang yang panas, udara di dalam kamar terasa tak tertahankan. Padahal pintu dan jendela sudah dibuka lebar-lebar. Andi yang sedang berba...