Transfusi darah adalah salah satu hasil besar dalam ilmu
kedokteran modern. Transfusi darah memiliki daya pengobatan yang menakjubkan
dalam menghidupkan kembali pasien yang sekarat akibat kehilangan darah yang
terlampau banyak.
Akan tetapi, bukan setiap dua
orang boleh saling memindahkan darahnya. Sebelum transfusi darah dilakukan,
pertama-tama perlu diadakan percobaan laboratorium terlebih dahulu terhadap
tipe darah kedua orang bersangkutan. Setelah diketahui tipe darah kedua orang
itu sama, barulah transfusi darah dapat dilakukan dengan aman. Melakukan tipe
darah dengan tipe darah yang berlainan bisa menimbulkan aglutinasi darah. Sel
darah merah akan menyusut sehingga berubah bentuknya dan menggumpal menjadi
satu, akibatnya dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa orang yang menerima
transfusi.
Hal ini disebabkan karena di
dalam plasma terdapat zat kimia yang dapat menimbulkan efek adhesif yang
disebut aglutinin. Sedangkan di dalam sel darah merah terdapat pula semacam zat
kimia lain yang dapat melekat, yakni aglutinogen. Aglutinogen ada dua macam,
yakni A dan B; sedangkan aglutinin juga ada dua macam, yakni a dan b. Baik A
dan a maupun B dan b adalah musuh bebuyutan yang selalu akan berkelahi bilamana
dipertemukan, dan akibatnya terjadi aglutinasi.
Pada waktu transfusi darah
berlangsung, aglutinin yang terkandung dalam plasma yang ditransfusikan itu
akan dilarutkan oleh plasma yang banyak sekali jumlahnya dalam tubuh pasien dan
mengalami pengrusakan secara cepat. Karena tidak dapat bergerak dengan leluasa,
maka ia hanya bisa bersembunyi dalam aglutinogen di dalam sel darah merah.
Bilamana ada kesempatan transfusi darah, ia segera akan masuk ke dalam darah
pasien dan bergerak leluasa ke sana ke mari. Suatu perkelahian akan segera
timbul bila ia bertemu dengan musuh bebuyutannya. Karena itu, tipe darah
terutama ditentukan berdasarkan aglutinogen dalam sel darah merah.
Tipe darah manusia dibagi menjadi
empat macam, yaitu tipe A, B, AB, dan O. Yang di dalam sel darah merahnya
terdapat aglutinogen A sedangkan dalam plasmanya terdapat aglutinin b,
tergolong tipe A. Yang di dalam sel darah merahnya terdapat aglutinogen B
sedangkan dalam plasmanya terdapat aglutinin a, tergolong tipe B sedangkan
dalam plasmanya tak terdapat aglutinin yang manapun, tergolong tipe AB. Yang di
dalam sel darah merahnya tidak terdapat aglutinogen apapun, sedangkan dalam
plasmanya terdapat aglutinin a dan b, tergolong tipe O.
Dari sini dapat diketahui bahwa
darah dalam tubuh sendiri tak mungkin dengan sendirinya timbul aglutinasi,
karena kedua musuh bebuyutan A dan a atau B dan b tidak ada kesempatan bertemu.
Tipe darah A tidak dapat ditransfusikan ke dalam tubuh pasien dengan tipe darah
B karena aglutinogen A yang terkandung dalam sel darah merahnya dapat berkelahi
dengan aglutinin a yang terdapat dalam plasma pasien dengan tipe darah B. Sama
juga halnya, tipe darah B juga tidak boleh ditransfusikan ke dalam tubuh pasien
dengan tipe darah A karena aglutinogen B yang terkandung dalam sel darah merah
tipe darah B akan timbul aglutinasi bilamana bertemu dengan aglutinin b yang
terdapat dalam plasma pasien dengan tipe darah A.
Oleh karena dalam sel darah merah
dari tipe darah O tidak ada aglutinogen apapun, maka tidaklah dapat digumpalkan
oleh plasma dari tipe yang mana pun, dan karena itu dapat ditransfusikan kepada
siapa pun juga. Secara teoretis, golongan darah O disebut sebagai “donor
universal”.
Dalam plasma tipe darah AB tidak
terdapat aglutinin macam apa pun dan karena itu tak dapat menggumpalkan sel
darah merah tipe apa pun yang datang dari luar. Itulah sebabnya ia dapat
menerima darah dari tipe mana saja. Secara teoretis tipe darah AB disebut
sebagai “penerima universal”.
Ditinjau secara teoretis, di
antara tipe darah yang sama tentunya boleh dilakukan transfusi darah secara
timbal balik tanpa khawatir terhadap terjadinya aglutinasi.
Transfusi darah dapat
menghidupkan kembali orang sekarat tetapi juga dapat menimbulkan bahaya
kematian. Oleh karena itulah, sebelum transfusi darah dilakukan perlu diadakan
percobaan laboratorium mengenai tipe darah yang ada. Pada umumnya, dokter
menggunakan tipe darah yang sama dalam melakukan transfusi atau menerima darah
untuk menjamin keselamatan jiwa orang yang bersangkutan.
Akan tetapi, tipe darah umat
manusia selain dapat dibagi menurut tipe-tipe A, B, O, masih terdapat tipe
darah yang lain. Oleh karena itu, setelah diadakan uji laboratorium terhadap
tipe darah A, B, O sebagai homotip, lalu dibagi menurut kategori tipe darah
yang lain. Oleh sebab itulah, dalam pemindahan darah secara konkret, yang
paling baik adalah diadakan uji laboratorium secara langsung dengan mengambil
sedikit darah si donor dan juga darah orang yang akan menerima transfusi supaya
segala sesuatu dapat berjalan dengan aman.