Sepersepuluh gram
arsenikum sudah cukup untuk membunuh orang. Biarpun demikian, kita tidak bisa
sehat tanpa arsenikum. Racun itu dipakai sebagai obat selama berabad-abad,
namun arsenikum paling disukai pembunuh semua tingkatan.
Pada abad ke-14 di Avignon, Prancis, dan di Roma, Italia,
ada seorang Paus. Keduanya merasa sama-sama sah sehingga timbullah kekacauan.
Paus Benedictus XIII (1334-1423) berkuasa di Avignon. Selama itu ia pernah
dipecat sampai dua kali, tetapi ia tidak peduli. Kepausan Benedictus sangat
kontroversial. Ia dianggap keras kepala, sementara orang pun mencari cara yang
tidak konvensional. Paus Benedictus XIII menyukai makanan manis. Kesukaannya
ini hampir berakibat fatal baginya.
Domino Delava, biarawan yang
menjadi kepala rumah tangga Benedictus, membubuhi kue dan manisan jeruk
Benedictus dengan arsenikum. Benedictus pun jatuh sakit. Sepuluh hari lamanya
Benedictus yang berusia 83 tahun itu berada dalam keadaan kritis, tetapi ia
bertahan. Pembubuh racun itu bisa ditangkap dan dihukum mati. Enam tahun kemudian
barulah ia meninggal.
Benedictus termasuk beruntung.
Soalnya, arsenikum adalah racun yang sangat kuat. Sepersepuluh gram arsenikum
sudah cukup untuk “menyingkirkan” orang. Unsur serupa logam itu terdapat di
mana-mana, termasuk di dalam tanah. Tidak ada mahluk yang dapat hidup tanpa
arsenikum di dalam tubuhnya, termasuk manusia. Di dalam tubuh yang berbobot 70
kg, terkandung 7 mg arsenikum. Jumlah ini sedikit jika dibandingkan dengan
binatang, terutama organisma laut. Sebagai contoh, dari satu kilo udang pancet
bisa diperoleh 175 mg arsenikum; suatu dosis yang mematikan. Untung udang jenis
itu tidak dimakan sekaligus dalam jumlah berkilo-kilogram.
Mutlak dibutuhkan
Dalam jumlah sedikit arsenikum
tidak berbahaya. Sebaliknya, kita dan mungkin kebanyakan organisma hewani lain,
tidak mungkin hidup tanpa bahan tersebut. Peneliti Amerika, Walter Metz dan
Forrest Nielsen menunjukkan bahwa binatang yang mendapat ransum bebas arsenikum
selama waktu tertentu, akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan. Metz dan Nielsen
menduga, arsenikum memegang peranan penting dalam pembentukan hemoglobin, zat
pewarna darah yang mutlak diperlukan dalam suplai oksigen ke jaringan tubuh.
Tidak heran bahwa arsenikum,
biarpun mempunyai konotasi buruk, tetap dipakai sebagai obat selama lebih dari
2000 tahun. Hippocrates (460-377 SM) dari Yunani, “bapak ilmu kedokteran”,
merupakan orang pertama yang membuat salep anti tukak dari mineral realgar
(arsenikum sulfida).
Di Cina, dalam abad ke-17
arsenikum dipakai untuk melawan penyakit kelamin. Gagasan ini tidak salah
karena pada tahun 1909 seorang ahli kimia Jerman, Paul Ehrlich, menemukan bahwa
persenyawaan arsenikum tertentu bisa menyembuhkan siphilis. Obat itu disebut
salvasan. Tahun empat puluhan, obat ini digeser oleh penisilin yang lebih aman.
Manfaat arsenikum sebagai obat
sering dibesar-besarkan. Dalam abad ke-19, arsenikum dianjurkan untuk semua
penyakit yang tidak bisa ditangani dokter. Arsenikum konon bisa menurunkan
demam, menyembuhkan kelumpuhan, epilepsi, penyakit jantung, kanker, gangguan
perut, bisul, sembelit, rakhitis, dan busung air.
Pemberian obat yang mengandung
arsenikum kadang-kadang bisa membahayakan. Seabad yang lalu, penduduk daerah
Stiermark Austria, dikenal sebagai “pengukur arsenikum”. Soalnya, di sana ada
penduduk yang sudah bertahun-tahun menelan 250 mg arsenikum seminggu. Dengan
begitu, para wanita merasa dirinya tampak lebih montok dan sehat sementara kaum
pria merasa bisa bernapas lebih lega di daerah tinggi.
Penelitian Metz dan Nielsen
menunjukkan pendapat itu ada benarnya, walaupun kesehatan penduduk Stiermark
dalam bahaya. Arsenikum menghambat kerja iodium, elemen yang mutlak perlu untuk
kelenjar gondok. Kekurangan iodium membuat kelenjar itu membesar dan berfungsi
kurang baik. Padahal ini bisa menyebabkan seorang wanita melahirkan anak cacat
mental atau jasmani.
Ada juga orang yang sengaja
menelan arsenikum dalam jumlah kecil karena takut diracuni. Contohnya adalah
Mithridates VI, yang memerintah Pontus, di bagian utara Asia Kecil (120-63 SM).
Mithridates amat takut diracuni sehingga ia melakukan percobaan pada budak
belian untuk mencari cara menanggulangi segala macam keracunan. Hasilnya adalah
campuran yang disebut mitridatium, obat yang dulu sangat dipercaya. Ramuan itu
dipakai sampai abad ke-18. Dokter pribadi Nero, Adromachus, membubuhi daging
ular kering yang digiling pada ramuan itu. Sejak itu ramuan disebut teriakel atau triakel.
Galenus (130-210) dokter terbesar
zaman kuno setelah Hippocrates memperluas formula teriakel hingga mempergunakan lebih dari 70 bahan. Formula ini
dilengkapi dengan 30 bahan lagi pada abad pertengahan.
Rasa takut manusia dan pejabat
tinggi terhadap kemungkinan diracuni dengan arsenikum sebenarnya bisa
dimengerti. Pertikaian politik sering diselesaikan dengan racun. Paus Alexander
VI (1431-1530) dan putranya Cesare, konon memecahkan banyak kesulitan dengan
arsenikum. Cesare sangat memperhatikan racun dan yang pasti adalah bahwa ia
meracuni Kardinal Michiel.
Cesare lebih percaya pada
kekuatan fisik juru cekik profesional, Don Michelotto, daripada pengetahuan
apoteker pribadi dan ahli racun, Sebastian Pinzon. Banyak pejabat tinggi zaman
itu yang mempunyai seorang pencicip untuk memeriksa semua makanan dan minuman
sebelum disentuh oleh majikannya.
Sulit dilacak
Gejala keracunan arsenikum amat
mengerikan. Penderita akan mengalami kejang perut hebat, muntah-muntah, diare,
jantung berdebar-debar, dan rasa haus yang hebat. Dosis yang lebih dari 0,1
gram akan menyebabkan korban mati dalam waktu satu jam. Keadaan sakaratul maut
bisa berlangsung beberapa hari. Seperempat jam setelah kemasukan arsenikum,
orang mulai muntah. Arsenikum dikumpulkan dan dikeluarkan oleh hati. Proses ini
memakan waktu dan kebanyakan korban meninggal sebelum hati bisa menyelesaikan
tugasnya.
Gejala keracunan arsenikum tidak
begitu jelas. Banyak penyakit yang mempunyai gejala muntah-muntah, diare, dan
kejang perut sehingga dokter tidak bisa segera menduga terjadi keracunan.
Seorang wanita Prancis, Marie Besnard berhasil membunuh dua belas orang dengan
racun. Dokter memberi alasan kematian korbannya sebagai serangan lever, angina pectoris, keracunan ginjal, TBC,
stroke, kelemahan karena usia lanjut, dan radang paru-paru. Marie Besnard
ditangkap tahun 1949 gara-gara mulutnya sendiri.
Mary Ann Cotton dari Inggris
melakukan hal yang sama. Sepanjang pertengahan abad lalu, ia berhasil meracuni
21 orang, termasuk ibunya sendiri, dua orang suami dan sepuluh di antara 12
orang anaknya. Dokter yang memeriksa mendiagnosa alasan kematian antara lain
karena radang selaput lendir usus. Marie Swanenburg dari Belanda, yang dikenal
sebagai Goeie Mie (Mie yang baik) meracuni 102 orang dengan arsenikum. Mie
bertindak hati-hati. Ia selalu memberi dalam dosis kecil walaupun hasilnya
tidak selalu memuaskan. Hanya 27 orang yang meninggal, 45 jatuh sakit tetapi
sembuh kembali. Racunnya tidak mempan bagi ketiga puluh orang lainnya. Mie
senantiasa penuh perhatian pada para “pasiennya” dan menangis di makam mereka.
Para pasien itu tidak pernah lupa membuat asuransi dulu untuk “goemie mie”.
Mudah diperoleh
Para pengracun tidak mempunyai
kesulitan memperoleh arsenikum. Arsenikumtrioksida As2O3
dipakai untuk membasmi tikus dan dijual sebagai kertas lalat. Kertas lalat ini
berupa lembaran kertas yang dicelup arsentrioksida dan gula. Pembunuh suka
menggunakan arsenikum karena racun itu dulu sulit dibuktikan dalam tubuh
korban. Dulu ada yang mengira bahwa noda pada mayat merupakan pertanda orang
mati diracun. Ada juga yang berpendapat bahwa mayat korban keracunan arsenikum
tidak akan rusak. Kedua alasan itu tidak bisa diterima oleh hakim.
Pada awal abad lalu, orang
menemukan cara untuk menunjukkan kandungan arsenikum dalam jenazah. Jaringan
tubuh dirusak dengan asam nitrat. Kemudian residu dibubuhi asam belerang. Bila
dalam tubuh ada arsenikum, akan terlihat endapan berwarna kuning. Cara itu
tidak bisa dipercaya 100%.
Yang lebih baik ialah cara yang
ditemukan oleh ahli Inggris, James Marsh, pada tahun 1833. Ia menyalurkan gas
hidrogen ke dalam bahan yang akan diteliti. Kalau ada arsenikum dalam tubuh,
bahan tersebut akan bersenyawa dengan hidrogen membentuk senyawa asam arsenit H3As.
Kalau dipanasi senyawa itu akan terurai lagi menjadi hidrogen dan arsenikum.
Bentuk terakhir itu berupa endapan berwarna logam. Gasnya bisa dinyalakan,
berwarna kebiruan. Kalau di atas nyala gas ditaruh piring, arsenikum akan
melekat pada piring.
Cara Marsh bisa digunakan untuk
membuktikan adanya arsenikum dalam jenazah orang yang sudah bertahun-tahun
meninggal. Namun tetap ada keraguan dalam kasus Marie Besnard sehingga pemilihan
berlangsung selama dua setengah tahun, 20 Februari 1959 sampai 12 Desember
1961. Atas perintah hakim Pierre Roger, dua belas buah mayat digali kembali.
Yang paling lama meninggal tahun 1927, yaitu Auguste Antigny, suami pertama
Marie. Mayat paling baru adalah ibunya yang meninggal 16 Januari 1949.
Arsenikum memang ditemukan dalam
tubuh para korban. Namun, tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa Marie
meracuni korban-korbannya. Apalagi kemudian terbukti bahwa tanah makam tersebut
banyak mengandung arsenikum, maka Marie pun dibebaskan. Soalnya tidak cukup
bukti untuk menghukumnya. Sejak itu, cara penelitian pembunuhan mengalami
perbaikan. Namun, arsenikum sudah kehilangan daya tarik bagi para calon
pembunuh. Selama 25 tahun terakhir ini tidak ada lagi berita tentang pembunuhan
dengan arsenikum. (Gerard Peeters)
Detil Artikel: diambil dari majalah Sigma no. 32