—A. Gillespie, Lancaster, Calif.
Mark A. W. Andrews,
lektor fisiologi dan direktur program Independent Study di Lake Erie College of
Osteopathic Medicine, memberikan penjelasan sebagai berikut:
Asal muasal morfologis
dari suara “keroncongan” ini melibatkan pergerakan otot di dalam perut dan usus
halus. Meskipun suara keroncongan biasanya diasosiasikan dengan rasa lapar –yakni
ketika perut dan usus dalam keadaan kosong, sebab jika perut dan usus dalam
keadaan terisi bisa meredam suara keroncongan itu—suara keroncongan itu bisa
terjadi kapan saja.
Secara umum, saluran
pencernaan berbentuk sebuah selang yang memanjang dari mulut hingga anus dengan
sebagian besar dinding dalamnya terdiri dari lapisan-lapisan otot halus. Otot ini
nyaris selalu dalam keadaan aktif. Ketika dinding-dinding ini melakukan gerakan
meremas untuk mencampur dan menggiling makanan, gas, dan cairan, maka akan terdengar
suara keroncongan. Gerakan meremas ini, yang disebut peristalsis, melibatkan
sebuah cincin kontraksi yang bergerak menuju anus, beberapa inci sekali jalan. Sebuah
fluktuasi berirama dari tenaga listrik dalam sel-sel otot halus, yang dikenal
sebagai basic electrical rhythm (BER),
menyebabkan terjadinya gelombang peristalsis. BER merupakan hasil dari gerakan
inheren sistem sarat enteric yang ditemukan dalam dinding usus. Sistem saraf
otonom dan faktor-faktor hormonal juga ikut mengatur irama ini.
Setelah perut dan usus
halus kosong selama sekitar dua jam, ada semacam gerak refleks aktivitas
elektrik (migrating myoelectric complexes, atau MMCs) dalam sistem saraf
enteric. Hal ini akan memicu kontraksi, yang akan terdengar ketika otot-otot
menyapu semua isi perut dan mengumpulkannya.
Diterjemahkan dari Majalah Scientific
American Exclusive Online Issue No. 25, 2005, hlm. 3.
Gambar dari http://www.freewebs.com/digestive-system