Monday, December 12, 2011

Fakta atau Fiksi?: GAJAH SELALU INGAT


Benarkah gajah memiliki ingatan yang sangat kuat?
Oleh James Ritchie

Gajah bukanlah hewan yang memiliki pandangan paling awas di dunia hewan, tapi gajah tidak akan pernah lupa akan wajah yang pernah dilihatnya. Carol Buckley dari Suaka Gajah di Hohenwald, Tennesse, misalnya, melaporkan bahwa di tahun 1999, Jenny, seekor gajah penghuni suaka itu menjadi gelisah dan sulit dimasukkan ke kandang ketika ia diperkenalkan pada seekor gajah pendatang baru bernama Shirley, seekor gajah Asia.

Ketika kedua hewan itu saling bersentuhan dengan menggunakan belalai mereka, Shirley juga jadi tampak bersemangat dan keduanya tampak seperti dua sahabat lama yang sedang reuni. “Ada semacam euforia,” kata Buckley sang pendiri suaka itu. “Shirley mulai mengeluarkan suaranya, dan kemudian Jenny juga melakukannya. Belalai keduanya saling menyentuh kerutan-kerutan yang ada. Saya tidak pernah melihat gajah berlaku sedemikian intens namun tanpa menjadi agresif seperti itu.”

Diketahui kemudian bahwa kedua gajah itu pernah bertemu beberapa tahun yang lalu. Buckley sudah tahu bahwa Jenny pernah tampil di sirkus keliling Carson & Barnes, sebelum gajah itu masuk suaka pada tahun 1999, namun Buckley hanya tahu sedikit soal latar belakang Shirley. Ia melakukan sedikit pencarian dan menemukan bahwa Shirley pernah ada di sirkus yang sama selama beberapa bulan – kejadian itu terjadi 23 tahun yang lalu.

Kemampuan mengingat yang luar biasa, diyakini oleh para peneliti, merupakan faktor besar yang membantu gajah bertahan hidup. Gajah induk, khususnya, memiliki kemampuan menyimpan pengetahuan sosial yang wajib dipatuhi oleh keluarganya, demikian menurut hasil penelitian yang dilakukan di Amboseli National Park di Kenya. 

Para peneliti dari University of Sussex di Inggris menemukan bahwa kelompok gajah dengan pemimpin induk berusia 55 tahun (gajah bisa hidup sampai 50 hingga 60 tahun) tampaknya akan cenderung berkumpul dengan postur yang defensif dibandingkan dengan kumpulan gajah yang memiliki pemimpin induk berusia 35 tahun ketika berhadapan dengan seekor gajah asing. Alasannya: kumpulan gajah dengan pemimpin yang lebih tua mengetahui bahwa hewan asing semacam itu akan cenderung memulai perselisihan dengan kelompoknya dan ada kemungkinan akan mencederai gajah-gajah muda, demikian dilaporkan oleh Karen McComb, seorang psikolog dan behavioris hewan di Sussex, dan kolega-koleganya dalam Science.
 
Peneliti lain, yang meneliti tiga kawanan gajah di masa kekeringan yang parah tahun 1993 di Tarangire National Park, Tanzania, menemukan bahwa para gajah tidak saja saling mengenali satu sama lain namun juga mereka bisa mengingat rute-rute menuju sumber makanan dan air alternatif ketika wilayah yang biasa mereka tempati mengalami kekeringan. 

Ilmuwan dari Wildlife Conservation Society (WCS) di New York melaporkan dalam Biology Letters bahwa kawanan-kawanan hewan berkulit tebal dengan induk berusia 38 dan 45 tahun, meninggalkan taman yang kering, tampaknya dalam rangka mencari air dan makanan, namun kawanan yang induknya lebih muda, berusia 33 tahun, tetap tinggal di dalam taman.

Enam belas dari 81 anak gajah yang lahir di taman pada tahun itu mati dalam jangka waktu sembilan bulan, tingkat mortalitas sebesar 20 persen, jauh lebih tinggi dari tingkatan biasanya yang sebesar 2 persen; 10 ekor dari yang mati itu berasal dari kelompok yang tetap tinggal di dalam taman, dimana makanan dan air jarang ditemukan.

Para peneliti menyimpulkan bahwa gajah-gajah tua mengingat kembali kejadian kekeringan yang menimpa taman itu yang berlangsung dari tahun 1958 hingga 1961, dan bagaimana kawanan mereka bisa bertahan hidup dengan cara berpindah ke wilayah-wilayah yang lebih hijau di tempat yang jauh. Tidak ada satupun gajah yang tetap diam di taman yang cukup tua untuk mengingat peristiwa kekeringan yang dulu terjadi. 

Kelihatannya gajah juga mengenali dan mengingat letak lokasi sekaligus mengingat 30 anggota kawanannya, demikian temuan psikolog Richard Byrne dari University of Saint Andrews di Skotlandia dan peneliti lain ketika mereka melakukan penelitian di Amboseli pada tahun 2007.

“Bayangkan Anda membawa keluarga Anda ke sebuah mall yang ramai dan sedang ada obral menjelang hari Natal,” kata Byrne. “Betapa sulitnya untuk tetap menjaga dan mengenali empat atau lima anggota keluarga Anda. Gajah-gajah mampu melakukannya terhadap 30 anggota kawanannya”.

Para ilmuwan  menguji ingatan ini dengan meletakkan sampel urin di depan gajah-gajah betina, yang kemudian secara menyeluruh mengecek sampel itu dengan belalai mereka dan mengangkat kepalanya ketika belalai mereka memeriksa urin yang bukan berasal dari anggota kawanan mereka, dan karenanya seharusnya urin itu tidak ada di situ. ”Sebagian besar hewan yang berkelana dalam kawanan, misalnya rusa, mungkin tidak akan tahu hewan lain apa sajakah yang ada dalam kawanannya itu,” ucap Byrne.Tapi gajah “hampir pasti mengetahui setiap anggota dalam kelompoknya”.

“Ingatan yang kuat itu jauh lebih maju dibandingkan yang pernah ditunjukkan oleh hewan lain,” imbuh Byrne, dan membantu gajah dalam mengawasi unit-unit keluarganya yang sedang bergerak, makan, dan saling bersosialisasi.

Dalam soal kepintaran, gajah sejajar dengan lumba-lumba, kera, dan manusia, kata ilmuwan kognitif dari WCS, Diana Reiss dan koleganya dari Emory University, Atlanta. Di tahun 2006 mereka melaporkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences USA bahwa gajah, seperti halnya mamalia lain anggota lingkaran eksklusif itu, merupakan satu-satunya hewan yang diketahui bisa mengenali pantulan mereka sendiri pada cermin.

Pakar zoologi Iain Douglas-Hamilton, pendiri Save the Elephants di Nairobi, Kenya, adalah seorang penulis di bidang hewan-hewan berkulit tebal yang telah melakukan penelitian sejak tahun 1960an. Ia ingat pernah kenal baik dengan seekor gajah di Lake Manyara National Park di Tanzania ketika awal karirnya dan saat itu ia benar-benar pernah berjalan beriringan dengan gajah itu di alam bebas. Ia meninggalkan Tanzania pada tahun 1969 untuk menulis tesisnya dan tidak kembali ke sana selama empat tahun lamanya. Namun ketika ia kembali, ujarnya, yang terjadi adalah seolah-olah ia tak pernah meninggalkan Tanzania. “Gajah itu segera mendekati aku dan sikapnya sama seperti dulu,” kata Douglas-Hamilton, dan mereka pun kembali berjalan-jalan seperti dulu.

“Gajah adalah hewan yang berumur panjang dan ingatan yang baik akan menguntungkan bagi hewan berumur panjang sebab bisa membuat hewan itu lebih adaptif terhadap keadaan di sekitarnya,” kata Douglas-Hamilton. “Yang jelas, jika gajah mengalami iklim yang ekstrem dan mereka bisa mengingat dimana ada makanan dalam waktu setahun itu, mereka akan bertahan hidup.”

Jadi, jika kelak ada yang mengatakan bahwa Anda memiliki ingatan seperti gajah, anggaplah itu sebuah pujian.



Diterjemahkan dari Scientific American
tanggal 12 Januari 2009

Apa sih yang dimaksud dengan mamihlatinatapai?

Di siang yang panas, udara di dalam kamar terasa tak tertahankan. Padahal pintu dan jendela sudah dibuka lebar-lebar. Andi yang sedang berba...