Benarkah gajah memiliki ingatan yang sangat kuat?
Oleh James
Ritchie
Gajah bukanlah hewan yang memiliki pandangan paling
awas di dunia hewan, tapi gajah tidak akan pernah lupa akan wajah yang pernah
dilihatnya. Carol Buckley dari Suaka Gajah di Hohenwald, Tennesse, misalnya,
melaporkan bahwa di tahun 1999, Jenny, seekor gajah penghuni suaka itu menjadi
gelisah dan sulit dimasukkan ke kandang ketika ia diperkenalkan pada seekor
gajah pendatang baru bernama Shirley, seekor gajah Asia.
Ketika kedua
hewan itu saling bersentuhan dengan menggunakan belalai mereka, Shirley juga
jadi tampak bersemangat dan keduanya tampak seperti dua sahabat lama yang
sedang reuni. “Ada semacam euforia,” kata Buckley sang pendiri suaka itu. “Shirley
mulai mengeluarkan suaranya, dan kemudian Jenny juga melakukannya. Belalai
keduanya saling menyentuh kerutan-kerutan yang ada. Saya tidak pernah melihat
gajah berlaku sedemikian intens namun tanpa menjadi agresif seperti itu.”
Diketahui
kemudian bahwa kedua gajah itu pernah bertemu beberapa tahun yang lalu. Buckley
sudah tahu bahwa Jenny pernah tampil di sirkus keliling Carson & Barnes,
sebelum gajah itu masuk suaka pada tahun 1999, namun Buckley hanya tahu sedikit
soal latar belakang Shirley. Ia melakukan sedikit pencarian dan menemukan bahwa
Shirley pernah ada di sirkus yang sama selama beberapa bulan – kejadian itu
terjadi 23 tahun yang lalu.
Kemampuan
mengingat yang luar biasa, diyakini oleh para peneliti, merupakan faktor besar yang
membantu gajah bertahan hidup. Gajah induk, khususnya, memiliki kemampuan menyimpan
pengetahuan sosial yang wajib dipatuhi oleh keluarganya, demikian menurut hasil
penelitian yang dilakukan di Amboseli National Park di Kenya.
Para peneliti
dari University of Sussex di Inggris menemukan bahwa kelompok gajah dengan
pemimpin induk berusia 55 tahun (gajah bisa hidup sampai 50 hingga 60 tahun)
tampaknya akan cenderung berkumpul dengan postur yang defensif dibandingkan
dengan kumpulan gajah yang memiliki pemimpin induk berusia 35 tahun ketika
berhadapan dengan seekor gajah asing. Alasannya: kumpulan gajah dengan pemimpin
yang lebih tua mengetahui bahwa hewan asing semacam itu akan cenderung memulai
perselisihan dengan kelompoknya dan ada kemungkinan akan mencederai gajah-gajah
muda, demikian dilaporkan oleh Karen McComb, seorang psikolog dan behavioris
hewan di Sussex, dan kolega-koleganya dalam Science.
Peneliti lain, yang meneliti tiga kawanan gajah di masa kekeringan yang parah tahun 1993 di Tarangire National Park, Tanzania, menemukan bahwa para gajah tidak saja saling mengenali satu sama lain namun juga mereka bisa mengingat rute-rute menuju sumber makanan dan air alternatif ketika wilayah yang biasa mereka tempati mengalami kekeringan.
Ilmuwan dari
Wildlife Conservation Society (WCS) di New York melaporkan dalam Biology Letters bahwa kawanan-kawanan
hewan berkulit tebal dengan induk berusia 38 dan 45 tahun, meninggalkan taman
yang kering, tampaknya dalam rangka mencari air dan makanan, namun kawanan yang
induknya lebih muda, berusia 33 tahun, tetap tinggal di dalam taman.
Enam belas
dari 81 anak gajah yang lahir di taman pada tahun itu mati dalam jangka waktu
sembilan bulan, tingkat mortalitas sebesar 20 persen, jauh lebih tinggi dari
tingkatan biasanya yang sebesar 2 persen; 10 ekor dari yang mati itu berasal
dari kelompok yang tetap tinggal di dalam taman, dimana makanan dan air jarang
ditemukan.
Para peneliti
menyimpulkan bahwa gajah-gajah tua mengingat kembali kejadian kekeringan yang
menimpa taman itu yang berlangsung dari tahun 1958 hingga 1961, dan bagaimana
kawanan mereka bisa bertahan hidup dengan cara berpindah ke wilayah-wilayah
yang lebih hijau di tempat yang jauh. Tidak ada satupun gajah yang tetap diam
di taman yang cukup tua untuk mengingat peristiwa kekeringan yang dulu terjadi.
Kelihatannya
gajah juga mengenali dan mengingat letak lokasi sekaligus mengingat 30 anggota
kawanannya, demikian temuan psikolog Richard Byrne dari University of Saint
Andrews di Skotlandia dan peneliti lain ketika mereka melakukan penelitian di Amboseli
pada tahun 2007.
“Bayangkan
Anda membawa keluarga Anda ke sebuah mall yang ramai dan sedang ada obral
menjelang hari Natal,” kata Byrne. “Betapa sulitnya untuk tetap menjaga dan
mengenali empat atau lima anggota keluarga Anda. Gajah-gajah mampu melakukannya
terhadap 30 anggota kawanannya”.
Para ilmuwan menguji ingatan ini dengan meletakkan sampel
urin di depan gajah-gajah betina, yang kemudian secara menyeluruh mengecek
sampel itu dengan belalai mereka dan mengangkat kepalanya ketika belalai mereka
memeriksa urin yang bukan berasal dari anggota kawanan mereka, dan karenanya
seharusnya urin itu tidak ada di situ. ”Sebagian besar hewan yang berkelana dalam
kawanan, misalnya rusa, mungkin tidak akan tahu hewan lain apa sajakah yang ada
dalam kawanannya itu,” ucap Byrne.Tapi gajah “hampir pasti mengetahui setiap
anggota dalam kelompoknya”.
“Ingatan
yang kuat itu jauh lebih maju dibandingkan yang pernah ditunjukkan oleh hewan
lain,” imbuh Byrne, dan membantu gajah dalam mengawasi unit-unit keluarganya
yang sedang bergerak, makan, dan saling bersosialisasi.
Dalam soal
kepintaran, gajah sejajar dengan lumba-lumba, kera, dan manusia, kata ilmuwan
kognitif dari WCS, Diana Reiss dan koleganya dari Emory University, Atlanta. Di
tahun 2006 mereka melaporkan dalam Proceedings
of the National Academy of Sciences USA bahwa gajah, seperti halnya mamalia
lain anggota lingkaran eksklusif itu, merupakan satu-satunya hewan yang
diketahui bisa mengenali pantulan mereka sendiri pada cermin.
Pakar zoologi
Iain Douglas-Hamilton, pendiri Save the Elephants di Nairobi, Kenya, adalah
seorang penulis di bidang hewan-hewan berkulit tebal yang telah melakukan
penelitian sejak tahun 1960an. Ia ingat pernah kenal baik dengan seekor gajah
di Lake Manyara National Park di Tanzania ketika awal karirnya dan saat itu ia
benar-benar pernah berjalan beriringan dengan gajah itu di alam bebas. Ia meninggalkan
Tanzania pada tahun 1969 untuk menulis tesisnya dan tidak kembali ke sana
selama empat tahun lamanya. Namun ketika ia kembali, ujarnya, yang terjadi
adalah seolah-olah ia tak pernah meninggalkan Tanzania. “Gajah itu segera
mendekati aku dan sikapnya sama seperti dulu,” kata Douglas-Hamilton, dan
mereka pun kembali berjalan-jalan seperti dulu.
“Gajah
adalah hewan yang berumur panjang dan ingatan yang baik akan menguntungkan bagi
hewan berumur panjang sebab bisa membuat hewan itu lebih adaptif terhadap
keadaan di sekitarnya,” kata Douglas-Hamilton. “Yang jelas, jika gajah
mengalami iklim yang ekstrem dan mereka bisa mengingat dimana ada makanan dalam
waktu setahun itu, mereka akan bertahan hidup.”
Jadi, jika
kelak ada yang mengatakan bahwa Anda memiliki ingatan seperti gajah, anggaplah
itu sebuah pujian.
Diterjemahkan
dari Scientific American
tanggal
12 Januari 2009