Monday, December 19, 2011

CHOCOLOGY: Apa Pula Ini?


Di kalangan pakar coklat sudah lumayan lamanya dikembangkan chocology. Suatu ilmu tentang cara-cara dan akal bulus tertentu untuk mengolah coklat. Termasuk cara menyubal untuk menghemat bahan. Coklat apa saja yang mereka buat dan patut kita kenal?
Oleh: Slamet Soeseno

Pertama-tama, chocology itu meminta kita membedakan dengan tegas pengertian coklat yang cacao dan coklat yang chocolate. Keduanya memang sama-sama coklatnya, tetapi cacao hanya menyangkut pohon Theobroma cacao, buah, kebun dan pabrik penanganan hasil dari suatu perkebunan coklat saja sampai menjadi biji cacao. (Orang Inggris menyebutnya cocoa bean). Sedangkan chocolate (dari chocolatl; minuman air pahit orang Aztek) hanya menyangkut hasil olahan biji itu dalam pabrik lain yang dikenal sebagai chocolade fabriek (di Belanda) dan chocolate factory (di negara lain yang berbahasa Inggris).

Macam-macam saja
Chocology antara lain diperlukan karena ada orang yang tidak tahan makan coklat. Bagaimana jalan keluarnya ditunjukkan olehnya, antara lain dengan penurunan kadar lemak dalam pembuatan resep chocolate. Kadar itu harus cukup rendah, hanya sekadar untuk membuat chocolate mengkilat indah dan cepat meleleh dalam mulut saja.
Cara lain ialah dengan pengendalian kualitas terpadu, jangan sampai bahan baku yang akan diolah diam-diam tercemar oleh bakteri, cendawan, bulu kuduk atau ketombe yang ditularkan oleh tangan karyawati. Sebelum bekerja, mereka wajib memakai topi dan mencuci tangan dulu. Jadi pabrik perlu membagi-bagikan topi dinas dan membangun bak cuci tangan dengan deretan keran air yang cukup (supaya tidak antre menimbulkan ketegangan). Setiap hari ada waskat dan sidak (semacam pemeriksaan) jangan sampai air ledingnya macet atau cacingan.

Ada pula keluhan pembuat cake black forest, mengapa coklat batangan yang dipakainya tidak mau tetap keras tetapi meleleh. Ternyata coklatnya keliru. Seharusnya coklat courverture yang memang sengaja dibuat rendah kadar lemaknya, sehingga tidak gampang meleleh. Bukan baking chocolate batangan yang basa dipakai membuat roti coklat, dan juga bukan sweet chocolate yang biasa dipakai membuat gula-gula. Coklat courverture ini dijual dalam bentuk blok. Lebih gede daripada batangan, tapi biasanya diecer sebagai potongan kecil.
Bermacam-macam produk berikut istilah percoklatan ini diciptakan oleh pakar chocology untuk mengembangkan teori dan praktek pengolahan coklat. Sebab, coklat masa kini bukan cuma jajanan bagi anak-anak yang nrimo saja, tapi sudah naik derajat menjadi santapan orang dewasa yang macam-macam dan aneh-aneh permintaannya. (Kalau negatif disebut aneh, kalau positif disebut canggih). Merayakan ulang tahun, misalnya, orang yang canggih akan memakai black forest. Semacam cake, yang coklatnya harus bisa diparut tetapi tidak boleh hancur berantakan, sehingga bisa ditempel-tempelkan dengan utuh. Cake itu seolah-olah ditempeli serutan kayu hitam.
Lain lagi permintaan pabrik bonbon (permen) coklat. Coklatnya harus eating chocolate dan milk chocolate yang lebih creamy.

Dari bubuk ke gumpalan blok
Dulu coklat dari biji hanya ditumbuk menjadi bubuk saja untuk diseduh dengan air panas menjadi minuman hangat. Di zaman Montezuma di Old Mexico sampai zaman kolonial, coklat yang beredar hanya berupa bubuk saja. Baru pada tahun 1828, Van Houten dari Belanda mulai dengan cara pengolahan model baru. Biji kering bersih yang dipasok oleh perkebunan coklat ke pabrik chocolate dipotong-potong menjadi chocolate nibs. Lalu digilas beberapa kali sampai menjadi semacam bubur halus. Panas yang timbul pada penggilasan ini membuat lemak dalam biji itu meleleh dan bersama cacao-nya menghasilkan chocolate liquor cair yang coklat gelap. Baunya khas coklat dan rasanya masih pahit, sampai dikenal sebagai bitter chocolate juga.
Kalau dibiarkan mendingin, ia berubah bentuk menjadi cocoa paste yang masih berlemak. Dalam bentuk pasta ini ia belum bisa dijual, tapi dicetak menjadi coklat batangan dan diedarkan sebagai baking chocolate atau unsweetened chocolate. Kebanyakan dibeli oleh pabrik roti dan kue, yang akan mengolahnya dengan imbuhan gula, bahan penyedap, atau lainnya.
Kalau lemak itu diperas ke luar, sisanya berupa bungkil kering yang bisa digiling halus lagi, diayak, dan dijual sebagai cocoa powder. Bubuk coklat, yang sering disebut salah kaprah: coklat bubuk. Ini kebanyakan dibeli oleh pabrik pembuat minuman yang memakai coklat sebagai salah satu ramuannya. Kalau dibubuhi gula bubuk (yang justru aneh kalau disebut bubuk gula), ia diedarkan sebagai sweetened cocoa powder. Dalam chocology, cocoa powder harus dibedakan dengan tegas dari chocolate powder, yang berupa bubuk coklat asli yang belum dipisah lemaknya. Persis seperti bubuk hasil tumbukan biji coklatnya Montezuma dulu.
Tidak semua coklat dijual sebagai bubuk. Sebagian diedarkan dalam bentuk batangan dan blok yang padat. Coklat padat yang paling sederhana dibuat dari chocolate liquor dibubuhi lemak cocoa (lagi), tapi dalam perbandingan tertentu, dan bubuk gula, sesuai resep (rahasia) perusahaan. Inilah yang terkenal sebagai plain chocolate. Resep Droste (Belanda) berbeda dengan Tobler (Swis) dan Cadbury (Inggris) atau Hershey (Amerika).
Kalau kandungan coklatnya lebih tinggi daripada lemaknya, coklat itu lebih gelap warnanya dan diedarkan sebagai dark chocolate. Coklatnya coklat, yang disenangi para konsumen karena sesudah diolah menjadi macam-macam hasil olahan, warnanya masih tetap coklat sebagaimana diharapkan dari coklat. Baik plain chocolate maupun dark chocolate masih kaku, tapi cukup rapuh sampai kalau dipotong bisa rapi sekali potongannya. Itu pula sebabnya, kalau ia diparut masih tetap utuh hasil parutannya. Rasa manisnya masih sebanding dengan rasa pahitnya. Kalau dimasukkan ke rongga mulut, melelehnya tidak tergesa-gesa.

Tambah susu
Hampir setengah abad kemudian (tahun 1876), Daniel Peter dari Swis mempunyai gagasan untuk membubuhkan susu bubuk pada cocoa paste yang masih mengandung lemak itu. Terciptalah coklat susu yang diedarkan sebagai milk chocolate. Inilah yang kemudian dikembangkan oleh para pakar chocology menjadi chocolate candy seperti yang kita kenal sekarang ini. Ada yang dibiarkan begitu saja berupa coklat batangan. Ada yang diisi dengan biji jambu monyet, ada pula yang dicetak bulat-bulat meliputi bahan lain menjadi bonbon.
Sementara itu, lemak hasil pemerasan biji cocoa tadi lumayan juga memprihatinkannya. Dijual sebagai cocoa butter begitu saja masih banyak sisanya. Maka, ada yang kemudian dicampur dengan gula bubuk dan susu bubuk menjadi white chocolate. Seharusnya tidak boleh disebut chocolate, karena tidak mengandung coklat sama sekali. Ia dipakai sebagai ramuan membuat chocolate candy, karena mempercantik penampilan hasil yang mengkilat indah. Kalau para ibu konsumen membeli muisjes, lalu dihadapkan pada pilihan: yang buram atau yang mengkilat? Pasti mereka akan memilih yang mengkilat.

Apa yang ditawarkan?
Untuk menghasilkan coklat batangan murni, plain, milk, dan white chocolate yang sudah masuk cetakan masing-masing, dikocok dulu berikut cetakannya dalam mesin pengocok yang bergetar terus-menerus. Tujuannya untuk membuang gelembung-gelembung udara yang tersekap dalam adonan coklat itu. Selesai dikocok, cetakan diluncurkan ke ruang pendingin supaya coklatnya mengeras. Cukup keras untuk bisa dikeluarkan dari cetakan, lalu dikemas dengan kertas pembungkus yang bagus.
Kadang-kadang coklat batangan itu juga dibubuhi additive (bahan tambahan) berupa biji amandel (baik yang utuh maupun sudah dicincang), atau sari buah (vanili, jeruk, anggur) yang nyaman baunya. Tujuannya selain menghemat bahan coklat (dalam hal ini disebut menyubal), juga menghasilkan rasa gurih gara-gara minyak dari biji atau rasa sedap dari rasa buah. Coklatnya memang tidak murni lagi.
Ini agak berbeda dengan pembuatan filled chocolate bar yang berupa batangan juga, tetapi terdiri atas sejumlah bagian kecil yang masing-masing ada isinya. Mula-mula cetakannya dulu dilapisi pasta coklat. Sesudah dibekukan dalam terowongan pendingin, baru cetakan diisi dengan bahan lain. Sesudah dibekukan lagi, seluruhnya dilapisi pasta coklat lagi, dan dibekukan lagi. Barulah hasilnya diambil dari cetakan. Isinya juga beraneka macam seperti coklat batangan.
Hasil lain yang dibuat pabrik coklat ialah chocolate confectionery (istilah di Eropa) atau chocolate candy (di Amerika). Ini aneka macam gula-gula yang mengandung sejumlah coklat. Bukan sebaliknya: coklat berisi bahan lain. Chocolate candy biasanya dibuat kecil mungil. Bentuknya bermacam-macam. Perkembangannya lebih ditentukan oleh para disainer pembuat gula-gula daripada pembuat coklat. Dibungkus dalam kertas kado yang meriah warnanya, hasil industri kecil ini ikut mempertahankan kelangsungan hidup para pencari coklat juga.


Sumber: Majalah Intisari, Juni 1990. Hlm. 92-98.

Apa sih yang dimaksud dengan mamihlatinatapai?

Di siang yang panas, udara di dalam kamar terasa tak tertahankan. Padahal pintu dan jendela sudah dibuka lebar-lebar. Andi yang sedang berba...