Di kalangan pakar coklat sudah lumayan lamanya dikembangkan chocology. Suatu ilmu tentang cara-cara dan akal bulus tertentu untuk mengolah
coklat. Termasuk cara menyubal untuk menghemat bahan. Coklat apa saja yang
mereka buat dan patut kita kenal?
Oleh: Slamet Soeseno
Pertama-tama,
chocology itu meminta kita membedakan
dengan tegas pengertian coklat yang cacao
dan coklat yang chocolate. Keduanya
memang sama-sama coklatnya, tetapi cacao
hanya menyangkut pohon Theobroma cacao,
buah, kebun dan pabrik penanganan hasil dari suatu perkebunan coklat saja
sampai menjadi biji cacao. (Orang
Inggris menyebutnya cocoa bean).
Sedangkan chocolate (dari chocolatl; minuman air pahit orang
Aztek) hanya menyangkut hasil olahan biji itu dalam pabrik lain yang dikenal
sebagai chocolade fabriek (di
Belanda) dan chocolate factory (di
negara lain yang berbahasa Inggris).
Macam-macam saja
Chocology antara lain
diperlukan karena ada orang yang tidak tahan makan coklat. Bagaimana jalan
keluarnya ditunjukkan olehnya, antara lain dengan penurunan kadar lemak dalam
pembuatan resep chocolate. Kadar itu
harus cukup rendah, hanya sekadar untuk membuat chocolate mengkilat indah dan cepat meleleh dalam mulut saja.
Cara lain ialah dengan pengendalian kualitas terpadu, jangan sampai
bahan baku yang akan diolah diam-diam tercemar oleh bakteri, cendawan, bulu
kuduk atau ketombe yang ditularkan oleh tangan karyawati. Sebelum bekerja,
mereka wajib memakai topi dan mencuci tangan dulu. Jadi pabrik perlu
membagi-bagikan topi dinas dan membangun bak cuci tangan dengan deretan keran
air yang cukup (supaya tidak antre menimbulkan ketegangan). Setiap hari ada
waskat dan sidak (semacam pemeriksaan) jangan sampai air ledingnya macet atau
cacingan.
Ada pula keluhan pembuat cake black
forest, mengapa coklat batangan yang dipakainya tidak mau tetap keras
tetapi meleleh. Ternyata coklatnya keliru. Seharusnya coklat courverture yang memang sengaja dibuat
rendah kadar lemaknya, sehingga tidak gampang meleleh. Bukan baking chocolate batangan yang basa
dipakai membuat roti coklat, dan juga bukan sweet
chocolate yang biasa dipakai membuat gula-gula. Coklat courverture ini dijual dalam bentuk blok. Lebih gede daripada
batangan, tapi biasanya diecer sebagai potongan kecil.
Bermacam-macam produk berikut istilah percoklatan ini diciptakan oleh
pakar chocology untuk mengembangkan
teori dan praktek pengolahan coklat. Sebab, coklat masa kini bukan cuma jajanan
bagi anak-anak yang nrimo saja, tapi
sudah naik derajat menjadi santapan orang dewasa yang macam-macam dan aneh-aneh
permintaannya. (Kalau negatif disebut aneh, kalau positif disebut canggih).
Merayakan ulang tahun, misalnya, orang yang canggih akan memakai black forest. Semacam cake, yang coklatnya harus bisa diparut
tetapi tidak boleh hancur berantakan, sehingga bisa ditempel-tempelkan dengan
utuh. Cake itu seolah-olah ditempeli
serutan kayu hitam.
Lain lagi permintaan pabrik bonbon (permen) coklat. Coklatnya harus eating chocolate dan milk chocolate yang lebih creamy.
Dari bubuk ke gumpalan blok
Dulu coklat dari biji hanya ditumbuk menjadi bubuk saja untuk diseduh
dengan air panas menjadi minuman hangat. Di zaman Montezuma di Old Mexico sampai zaman kolonial, coklat
yang beredar hanya berupa bubuk saja. Baru pada tahun 1828, Van Houten dari
Belanda mulai dengan cara pengolahan model baru. Biji kering bersih yang
dipasok oleh perkebunan coklat ke pabrik chocolate
dipotong-potong menjadi chocolate nibs.
Lalu digilas beberapa kali sampai menjadi semacam bubur halus. Panas yang
timbul pada penggilasan ini membuat lemak dalam biji itu meleleh dan bersama cacao-nya menghasilkan chocolate liquor cair yang coklat gelap.
Baunya khas coklat dan rasanya masih pahit, sampai dikenal sebagai bitter chocolate juga.
Kalau dibiarkan mendingin, ia berubah bentuk menjadi cocoa paste yang masih berlemak. Dalam
bentuk pasta ini ia belum bisa dijual, tapi dicetak menjadi coklat batangan dan
diedarkan sebagai baking chocolate
atau unsweetened chocolate. Kebanyakan dibeli oleh pabrik roti dan kue, yang akan
mengolahnya dengan imbuhan gula, bahan penyedap, atau lainnya.
Kalau lemak itu diperas ke luar, sisanya berupa bungkil kering yang
bisa digiling halus lagi, diayak, dan dijual sebagai cocoa powder. Bubuk coklat, yang sering disebut salah kaprah:
coklat bubuk. Ini kebanyakan dibeli oleh pabrik pembuat minuman yang memakai
coklat sebagai salah satu ramuannya. Kalau dibubuhi gula bubuk (yang justru
aneh kalau disebut bubuk gula), ia diedarkan sebagai sweetened cocoa powder. Dalam chocology,
cocoa powder harus dibedakan dengan
tegas dari chocolate powder, yang
berupa bubuk coklat asli yang belum dipisah lemaknya. Persis seperti bubuk
hasil tumbukan biji coklatnya Montezuma dulu.
Tidak semua coklat dijual sebagai bubuk. Sebagian diedarkan dalam
bentuk batangan dan blok yang padat. Coklat padat yang paling sederhana dibuat
dari chocolate liquor dibubuhi lemak cocoa (lagi), tapi dalam perbandingan
tertentu, dan bubuk gula, sesuai resep (rahasia) perusahaan. Inilah yang
terkenal sebagai plain chocolate.
Resep Droste (Belanda) berbeda dengan Tobler (Swis) dan Cadbury (Inggris) atau
Hershey (Amerika).
Kalau kandungan coklatnya lebih tinggi daripada lemaknya, coklat itu
lebih gelap warnanya dan diedarkan sebagai dark
chocolate. Coklatnya coklat, yang disenangi para konsumen karena sesudah
diolah menjadi macam-macam hasil olahan, warnanya masih tetap coklat
sebagaimana diharapkan dari coklat. Baik plain
chocolate maupun dark chocolate
masih kaku, tapi cukup rapuh sampai kalau dipotong bisa rapi sekali
potongannya. Itu pula sebabnya, kalau ia diparut masih tetap utuh hasil
parutannya. Rasa manisnya masih sebanding dengan rasa pahitnya. Kalau
dimasukkan ke rongga mulut, melelehnya tidak tergesa-gesa.
Tambah susu
Hampir setengah abad kemudian (tahun 1876), Daniel Peter dari Swis mempunyai
gagasan untuk membubuhkan susu bubuk pada cocoa
paste yang masih mengandung lemak itu. Terciptalah coklat susu yang
diedarkan sebagai milk chocolate.
Inilah yang kemudian dikembangkan oleh para pakar chocology menjadi chocolate
candy seperti yang kita kenal sekarang ini. Ada yang dibiarkan begitu saja
berupa coklat batangan. Ada yang diisi dengan biji jambu monyet, ada pula yang
dicetak bulat-bulat meliputi bahan lain menjadi bonbon.
Sementara itu, lemak hasil pemerasan biji cocoa tadi lumayan juga memprihatinkannya. Dijual sebagai cocoa butter begitu saja masih banyak
sisanya. Maka, ada yang kemudian dicampur dengan gula bubuk dan susu bubuk
menjadi white chocolate. Seharusnya
tidak boleh disebut chocolate, karena
tidak mengandung coklat sama sekali. Ia dipakai sebagai ramuan membuat chocolate candy, karena mempercantik
penampilan hasil yang mengkilat indah. Kalau para ibu konsumen membeli muisjes, lalu dihadapkan pada pilihan:
yang buram atau yang mengkilat? Pasti mereka akan memilih yang mengkilat.
Apa yang ditawarkan?
Untuk menghasilkan coklat batangan murni, plain, milk, dan white chocolate yang sudah masuk cetakan
masing-masing, dikocok dulu berikut cetakannya dalam mesin pengocok yang
bergetar terus-menerus. Tujuannya untuk membuang gelembung-gelembung udara yang
tersekap dalam adonan coklat itu. Selesai dikocok, cetakan diluncurkan ke ruang
pendingin supaya coklatnya mengeras. Cukup keras untuk bisa dikeluarkan dari
cetakan, lalu dikemas dengan kertas pembungkus yang bagus.
Kadang-kadang coklat batangan itu juga dibubuhi additive (bahan tambahan) berupa biji amandel (baik yang utuh
maupun sudah dicincang), atau sari buah (vanili, jeruk, anggur) yang nyaman
baunya. Tujuannya selain menghemat bahan coklat (dalam hal ini disebut
menyubal), juga menghasilkan rasa gurih gara-gara minyak dari biji atau rasa
sedap dari rasa buah. Coklatnya memang tidak murni lagi.
Ini agak berbeda dengan pembuatan filled
chocolate bar yang berupa batangan juga, tetapi terdiri atas sejumlah
bagian kecil yang masing-masing ada isinya. Mula-mula cetakannya dulu dilapisi
pasta coklat. Sesudah dibekukan dalam terowongan pendingin, baru cetakan diisi
dengan bahan lain. Sesudah dibekukan lagi, seluruhnya dilapisi pasta coklat
lagi, dan dibekukan lagi. Barulah hasilnya diambil dari cetakan. Isinya juga
beraneka macam seperti coklat batangan.
Hasil lain yang dibuat pabrik coklat ialah chocolate confectionery (istilah di Eropa) atau chocolate candy (di Amerika). Ini aneka
macam gula-gula yang mengandung sejumlah coklat. Bukan sebaliknya: coklat
berisi bahan lain. Chocolate candy
biasanya dibuat kecil mungil. Bentuknya bermacam-macam. Perkembangannya lebih
ditentukan oleh para disainer pembuat gula-gula daripada pembuat coklat.
Dibungkus dalam kertas kado yang meriah warnanya, hasil industri kecil ini ikut
mempertahankan kelangsungan hidup para pencari coklat juga.
Sumber:
Majalah Intisari, Juni 1990. Hlm. 92-98.