Monday, March 18, 2013

GALERI LUKISAN GUA BUKAN GRAFITI


Lukisan kuno di dinding gua batu ada di banyak tempat di seluruh dunia. Namun sulit menentukan kapan, mengapa, dan siapa pelukisnya. Berbagai penelitian ilmiah arkeologi, berupaya meneliti kultur lukisan gua ini di berbagai gua di dunia. Karya estetika manusia purba itu kini masih dapat disaksikan dan direnungi latar belakangnya, seperti ulasan berikut ini.

Wanita Putih dari Brandberg
Sekian banyak lukisan gua yang diteliti, misalnya lukisan gua di wilayah daratan Eropa, diduga sementara ini berasal dari kala paleolitikum atau zaman batu tua. Gua berlukisan di dindingnya yang terkenal tentunya gua di barat daya Prancis dan barat laut Spanyol.
Temuan benda peninggalan dari ekskavasi pakar arkeologi dan paleo-antropologi, berupa berbagai peralatan dan senjata di sekitar situs gua itu, diduga buatan manusia purba sekitar tahun 2000-450 SM. Sedangkan lukisan gua berikut temuan sisa benda pakainya, masih dalam rekaan dan studi pertanggalan (dating) perihal siapa, kapan, dan mengapa mereka melukis di dinding gua.
Benua Afrika juga disebut-sebut sebagai daratan yang paling kaya dengan gambar prasejarah di gua-gua batu. Bekas “kesenian” lukisan gua ini paling mencolok ditemukan di pelosok negara Maroko, Aljazair, Propinsi Fezzan di Libya, kawasan utara aliran Sungai Nil, Hoggar, Air Mountain di Sahara Tengah, juga di sekitar Afrika Timur dan hampir di seluruh Afrika Selatan hingga Tanjung Harapan.

Gambaran kehidupan asli
Gambar lukisan yang diduga buatan manusia prasejarah Afrika ini, berbeda dengan corak lukisan gua asal Eropa. Sebab beberapa lukisan gua Afrika tidak semuanya ditemukan terlukis di dinding dalam suatu gua. Sebab sering pula ditemukan lukisan itu menghiasi bagian di dinding luar gua. Namun corak lukisan gua Eropa maupun Afrika memiliki kesamaan. Lukisan itu umumnya menggambarkan kehidupan zaman “primitif”.
Makna lukisan itu diduga berhubungan dengan kepercayaan dan mitos sistem kepercayaan masa lalu, sekitar 15.000 tahun lalu. Umumnya tema sentral lukisan gua itu menggambarkan dunia dengan kehidupan satwanya. Binatang buruan itu merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia purba yang diperkirakan masih hidup dalam kelompok masyarakat pemburu.
Sosok hewan liar itu digambarkan begitu akurat dan detail. Bahkan beberapa lukisan itu memakai teknik khusus yang mungkin belum dikenal, atau bisa dilakukan maestro lukis modern masa kini. Misalnya dalam suatu lukisan gajah. Pelukis purba ini mengguratkan garis begitu rinci, hingga mata gajah yang kecil itu terlihat kerutannya. Juga telinga binatang besar itu kelihatan melambai-lambai. Belalainya yang panjang pun nampak berkelok indah. Sedangkan kakinya betul-betul tergambar kekar dan padat.
Binatang besar dan buas, paling sering menjadi objek lukisan gua. Tak heran, binatang itu memang mewakili lambang ancaman bagi manusia pemburunya. Biasanya kuda nil, jerapah, singa, dan macan tutul, semuanya ditampilkan dengan karakter yang sangat mewakili fisik sebenarnya. Misalnya, binatang itu seakan-akan bergerak lambat, atau berdiri tegak gagah di dinding gua, atau berposisi siap terkam.
Gambar prasejarah paling bagus dan bisa menceritakan secara lengkap, mungkin lukisan yang terdapat di Pegunungan Sahara. Pembuatnya diduga kawanan pemburu kulit hitam Afrika. Sementara lukisan dinding di padang pasir Afrika Selatan, diduga karya suku Bushmen yang pengembara dan pemburu tulen.
Gambar di galeri dinding batu itu, sepertinya menggambarkan aksi perburuan binatang besar, seperti gajah, singa, jerapah, kambing hutan, babi hutan, kuda nil. Dari gambar ini bisa disimpulkan, daerah Sahara sekitar 10.000-15.000 tahun lalu masih berupa hutan lebat dengan aliran sungai yang mungkin telah menguap atau meresap.
Cara melukis manusia prasejarah Afrika itu dengan menorehkan batu api di dinding batu, serta menorehkan zat pewarna dari batang semak mentah dan zat warna alam lainnya. Goresan dan torehan inilah yang kini tersisa, sebagai lukisan di dinding bebatuan atau dalam gua, sebagai karya orang purbakala yang mengandung makna dan pesan tersendiri.

Bermacam makna
Dari hasil penelitian panjang, karya lukisan di dinding luar gua diperkirakan karya tatahan pria yang hidup di zaman prasejarah. Sementara wanitanya, diduga pembuat lukisan dalam dinding gua. Pahatan itu biasanya besar dan gambarnya mewakili ekspresi maskulin, misalnya peperangan antara pemburu dan sasarannya. Lukisan interior memang lebih sering mengambil tema kegiatan sosial yang akrab, kekeluargaan, dan manusiawi.
Pada tahapan itu, mereka pun sudah mengenal hiburan dan kesenangan. Musik, tarian, dan permainan merupakan salah satu bagian kehidupan kelompok. Mereka diduga hidup dalam masa transisi, dari masyarakat pemburu ke arah masyarakat peternak. Dari hasil gambar, kelihatan kalau kaum wanita masih berbusana primitif. Namun wanita itu digambarkan sekali-kali suka merias diri, serta merawat anak. Termasuk bertugas lainnya, misalnya ada gambar wanita ambil bagian dalam upacara kepercayaan. Meski kebenaran akan persepsi ini masih diragukan.
Banyak peneliti dengan ukuran moral modern, sempat mengecam beberapa gambar sebagai hal yang cabul. Dalam gambar dinding itu, seks digambarkan secara realistis atau simbolis. Sedangkan peneliti lainnya, menganggap lukisan seronok ini hanyalah penjelasan suatu bagian dari upacara magis untuk kelangsungan kesejahteraan, atau kesuburan.
Satu gambar bisa menimbulkan seribu arti. Misalnya, lukisan dinding dari Tassili-n-Ajjer, tenggara Aljeria. Lukisan itu menggambarkan 11 orang bersorban. Abbe Breuil, pakar peneliti seni prasejarah menjelaskan, ke-11 orang itu sedang menjalankan upacara sirkumsisi atau khitanan. “Di sebelah kiri 2 orang dukun sunat. Di sebelahnya orang yang akan disunat dengan kaki digambarkan tersilang. Beberapa orang penyanyi sedang bertugas meredam teriak kesakitan si penderita. Beberapa orang paling kanan itu anggota keluarga membelakangi upacara itu.”
Namun ada pendapat lain. melihat wajah, sikap tubuh, pisau serta gambaran detail lainnya, lukisan itu mungkin mengisahkan proses kastrasi atau pengebirian. Juga lukisan dinding itu menggambarkan sisi buruk perdagangan budak di sepanjang jalur antara Afrika Tengah dan Semenanjung Mediterania. Saat itu diduga perdagangan budak sudah berlangsung. Juga pengebirian budak yang akan diperjual-belikan, entah sebagai pelayan atau penghuni harem.
Mungkin juga gambar itu kisah suatu percekcokan antarkelompok. Apakah ini kesimpulan sederhana? Yang pasti, sejauh ini gambar itu memang bahan polemik, juga multitafsir.

Ekspresi karikatur
Gambar dengan beragam makna memang sering terjadi. Jadi ada dua pemahaman atas lukisan dinding prasejarah. Pertama, gambar itu memiliki makna lebih dalam daripada makna di permukaan yang ditangkap ilmuwan modern. Kesimpulan lain, seniman itu juga shaman atau dukun. Mereka menggambarkan sesuatu makna demi peningkatan hidup dan untuk meyakinkan suatu nasib baik akan menyertainya, saat berburu dan hasil buruannya. Sedangkan gambar adegan seksual itu sesungguhnya mengandung makna suatu upacara kesuburan.
Teori kedua dengan pemikiran sangat dasar. Galeri raya di Afrika itu hanyalah potret dan ekspresi seni lukis prasejarah, demi penyaluran indera estetika pelukisannya, serta memberikan kesenangan dan rekreasi bagi masyarakat pemirsa. Argumennya, karena sebagian besar lukisan gua ini berkisah soal binatang, serta kejadian sosial di lingkungan lokalnya.
Menurut Abbe Breuil, gambar itu memang kenyataan yang dilukiskan macam komik. Tarikan garis maupun efek gambarnya memang berkesan karikatural, kadang-kadang menggelikan. Humor prasejarah di dinding gua itu terwakili dalam figur manusia yang kurang proporsional. Misalnya, gambar manusia yang sangat kecil dibandingkan dengan hewan buruannya. Atau gambaran seorang pemburu yang tergeletak di kaki gajah. Berarti, lukisan itu tidak lebih dari gambar primitif karya anak-anak yang sangat sederhana, atau lukisan orang dewasa dengan visi anak kecil.

Media komunikasi purbakala
Pandangan lainnya memperkirakan manusia prasejarah itu bukanlah “orang gua” yang bertubuh besar dengan bulu lebatnya – seperti imaji selama ini. Sesungguhnya mereka sekelompok manusia yang membutuhkan penyaluran kehidupan sosial serta “intelek”. Mereka bukan semata-mata “kawanan” manusia yang cuma butuh daging hewan buruan, serta tempat berlindung seadanya dalam gua.
Jadi amatlah masuk akal apabila dianggap orang prasejarah ini memiliki media komunikasi dalam bentuk gambar. Diduga, mereka senang bercerita atau mendongeng secara lisan, namun disertai gambar di dinding gua. Sebagian besar gambar di dinding batu di Afrika itu, bisa jadi berfungsi sebagai “koran” atau “majalah” bagi “pembaca” prasejarah itu. Ringkasnya, gambar dinding itu merupakan penceritaan langsung berita sehari-hari.
Satu contoh, lukisan “Wanita Putih dari Brandberg” temuan peneliti Jerman di Pegunungan Brandberg, barat daya Afrika pada tahun 1917. Lukisan ini menggambarkan seorang gadis yang berjalan membawa (mungkin) setangkai bunga di tangan kiri. Ia mengenakan hiasan kepala merah tua (atau mungkin rambut palsu), baju berlengan pendek coklat dengan hiasan manik-manik, ikat pinggang merah, kaus kaki merah jambu, celana panjang ketat, dan sepatu mokasin dengan hiasan merah.
Abbe Breuil menyatakan, gadis di gambar itu mengenakan kostum penari lembu dari Cretan. Jadi lukisan itu simbol Diana-Isis buatan ± tahun 1.500 SM. Namun, menurut ahli seni Bushmen asal Afrika Selatan, gambar itu adalah lukisan misionaris wanita yang dilukis pada tahun 1850, ketika bangsa Eropa mulai memasuki Afrika Selatan. Di sini nampak adanya perbedaan selisih waktu pelukisan hingga 3.300 tahun.
Selain pendapat itu, banyak pendapat mengatakan seniman prasejarah memiliki kekuatan supranatural, karena mampu menggambarkan keindahan dan kengerian dunianya. Mengingat kehidupan masyarakat purbakala itu amat tergantung terhadap gejala alam yang mempengaruhi segala sistem sosial dan kepercayaannya. Maka mungkin juga benar, kalau seniman itu tidak melukis semata-mata untuk seni. Yang mereka lakukan adalah memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satunya menyampaikan informasi. Sebab banyak di antara lukisan di Sahara, secara gamblang menggambarkan unsur ini. Mungkin pula, saat itu manusia purbakala masih terbatas menguasai bahasa lisan, atau kosa katanya masih terbatas (contoh nyatanya suku Aborigin di Australia dan Bushmen di Afrika).
Gambar memang sarana paling efektif untuk berkomunikasi. Galeri lukisan gua di Afrika, memang ruang pameran yang penuh gambar komunikasi, sehingga pemahaman antropolog Bushmen dari Afrika Selatan tentang “Wanita Putih dari Brandberg”, terasa masuk akal.

Berisi pesan penting
Ada lagi satu contoh yang sempat membingungkan. Satu lukisan menggambarkan empat ekor kuda berlari. Apa maksudnya? Akhirnya, ada tulisan sejarawan Yunani Herodotus. Pada masa 500 SM di Sahara ada kata garamantes. Kata itu bermakna “menangkap orang Negro Afrika dengan kejaran kereta tempur berkuda empat”. Dengan menghubungkan kata-kata kunci itu, diketahuilah ekspresi pelukis saat melihat kereta tempur dari Garamantes. Namun seniman ini tak sanggup melukiskan kendaraan tempur itu, kecuali menggambarkan 4 ekor kudanya saja.
Lukisan gus selain menyampaikan informasi dianggap mengetengahkan hiburan dan relaksasi. Bayangkan, apa lagi yang bisa dilakukan sekelompok pemburu dan penggembala ini, kecuali mendiskusikan ukuran, kebuasan, dan luka-luka binatang liar, atau jumlah ternak mereka.
Di dalam gua perlindungannya di Gurun Sahara dan pegunungan di sisi timur dan selatan Afrika, banyak kelompok yang kebetulan sudah memiliki cukup makanan cadangan. Di saat senggang, mungkin saja mereka mengambil tangkai kayu atau serpihan batu api tajam, lalu menggambar di dinding luar dan dalam gua huniannya. Melukis bisa jadi suatu cara menghibur diri sendiri dan kelompoknya. Menilik ukuran gambar seekor badak berukuran 14 kaki, di wadi selatan Lautan Pasir Mourzouk di Fezzan, Libya, gambar itu diduga dikerjakan beberapa orang atau kelompok.
Batu tajam dan besar saat itu menjadi “alat” lukis di permukaan halus bebatuan atau dinding gua. Begitu juga suku Bushmen di Afrika Selatan, saling mengirimkan pesan penting dengan lukisan pada dinding gua –entah berupa jalannya perburuan, kondisi sumber air, dan garis depan wilayah teritorial. Mereka terus melakukan semua ini sampai akhirnya berhubungan dengan bangsa kulit putih, hingga perlahan-lahan hilanglah seni lukis aslinya.
Selain itu, lukisan gua juga berfungsi sebagai ekspresi religius. Sebab ada beberapa lukisan ditemukan begitu jauh di ruang dalam gua. Penyaksi lukisan ini harus berusaha keras mencapai tempat ini. Diduga, di depan gambar binatang buruan inilah dilakukan upacara menjelang suatu perburuan. Makna lukisan ini tentunya agar kelompok itu sukses berburu dan mendapat hewan sesuai gambar di dinding.
Meski masih banyak makna lukisan gua belum terjawab, juga belum ditemukan lagi, dunia ilmu pengetahuan tetap berupaya menemukan jawabannya. Lukisan gua itu bukan galeri lukisan gua misterius. Karya seni manusia prasejarah ini bukan semata-mata corat-coret alias grafiti belaka. Lukisan itu tentunya memiliki makna tentang hidup di zaman dulu, juga hidup di zaman sekarang (Sht/ dari berbagai sumber)


Sumber: Majalah Intisari No. 391, Februari 1996

Apa sih yang dimaksud dengan mamihlatinatapai?

Di siang yang panas, udara di dalam kamar terasa tak tertahankan. Padahal pintu dan jendela sudah dibuka lebar-lebar. Andi yang sedang berba...