Saat
berkibar-kibar, bendera memang memikat mata. Namun di saat lain, ia bisa
menyebabkan orang rela mengorbankan nyawa.
Nenek
moyang “bendera” diduga berupa pita-pita yang berkibar-kibar serupa bendera
yang dipasang pada tiang. Simbol itu telah digunakan bangsa Mesir beberapa ribu
tahun lalu dalam peperangan dengan harapan dewa akan menolong mereka meraih
kemenangan. Tradisi itu diikuti oleh bangsa Syria, selanjutnya Yunani, dan
Romawi.
Dalam
peperangan bendera memang penting. Jenderal akan segera mengetahui posisi
pasukan dengan melihat letaknya. Prajurit juga terbantu saat akan melepaskan
anak panah, karena bendera bisa menunjukkan arah angin.
Dalam
pertempuran, bila prajurit pembawa bendera terbunuh atau terluka, prajurit lain
akan segera “menyelamatkan” bendera itu sebelum dirampas musuh. Maklumlah, jika
bendera terampas, tamat pula pasukannya. Bahkan bendera yang jatuh melambangkan
pula kekalahan suatu negara.
Cina
termasuk bangsa pertama yang mengenal bendera. Bahkan pendiri dinasti Chou (1122
SM) konon sudah mempunyai bendera pribadi berwarna putih. Pada masa itu pun
bendera raja sudah dipandang sebagai sang raja sendiri. maka yang berani
menyentuh pembawa bendera pun bisa dihukum. Hal serupa berlaku juga di India
kuno.
Menimbang
manfaatnya, akhirnya tiap negara memiliki bendera nasional. Kebanyakan bendera
nasional menggunakan satu atau lebih dari tujuh warna: merah, putih, biru,
hijau, kuning, hitam, dan oranye. Kombinasinya menuruti aturan tertentu dari
sistem rancangan yang berkembang selama abad pertengahan. Misalnya, dua warna
yang sejajar seharusnya dipisahkan oleh garis putih atau kuning. Bendera
Meksiko salah satu yang menerapkan pola tersebut, antara merah dan hijau
terdapat garis putih.
Ada
banyak kisah di balik perancangan bendera. Bendera nasional Denmark barangkali
salah satu yang tertua di masa kini. Bendera yang telah berumur lebih dari 750
tahun itu konon diilhami oleh penglihatan Raja Valdemar Sang Pemenang. Menurut
cerita, ia melihat garis silang putih di langit merah menjelang kemenangannya
di peperangan. Dari situ lahir bendera berupa kain merah bergambar garis silang
putih sejak 1219.
Dengan
berjalannya waktu, fungsi bendera pun semakin berkembang. Zaman dulu, kapal
berbendera hitam pasti membuat orang gemetar, karena itu lambang bajak laut.
Bendera kuning dikenal sebagai pertanda adanya penderita penyakit menular di
suatu kapal. Bendera putih di tahun 1542 saja sudah dimanfaatkan sebagai
pertanda gencatan senjata atau menyerah. Mengibarkan bendera setengah tiang
juga dikenal sebagai ungkapan duka cita.
Ilham
terbentuknya sebuah bendera terkadang datang sesaat. Seperti yang dialami oleh
Duke Leopold V saat terlibat dalam pertempuran pada 1191. ketika melepaskan
jubah karena sekujur pakaiannya sudah merah berlumuran darah, dilihatnya
seputar pinggangnya masih tersisa warna putih karena bagian itu tadinya
tertutup ikat pinggang. Dari pengamatan sederhana itu, lahirlah bendera merah
dengan garis putih melintang sebagai bendera pribadinya. Austria menggunakan
rancangan ini sebagai bendera nasional pada tahun 1919.
Beberapa
negara mungkin menggunakn warna-warna yang sama karena kesamaan latar belakang
sejarah atau budaya. Biru dan putih muncul pada bendera lima negara Amerika
Tengah, karena sebelumnya mereka bersatu di bawah payung Perserikatan
Propinsi-propinsi Amerika Tengah yang berbendera biru dan putih. Sedangkan
empat warna (hitam, hijau, merah, dan putih) banyak dipakai oleh negara-negara
Arab untuk bendera mereka.
Dengan
berjalannya waktu, minat pada bendera semakin mendalam dan luas sampai muncul
vexillology, ilmu yang mempelajari sejarah dan simbol bendera. (Dari pelbagai sumber/Sht)
Rubrik Usut Asal,
Majalah Intisari, No. 415, Februari 1998